Anggaran, Kunci Utama Penyelenggaraan Pilkada
Manado, kpu, go, id—Ketersediaan anggaran merupakan indikator utama kesiapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2017. Bentuk konkretnya adalah penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pembiayaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah antara KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di masing-masing daerah.
Ketua KPU RI Husni
Kamil Manik pada pembukaan rapat pimpinan nasional KPU RI dengan KPU Provinsi
seluruh Indonesia di Manado, Kamis malam (26/5) dalam rangka Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Serentak
Tahun 2017, mengatakan hingga batas
akhir penanandatanganan NPHD pada 22 Mei 2016, masih tersisa satu daerah yang
belum melakukan penandatanganan. Satu satker yang belum melakukan
penandatanganan NPHD itu adalah Kabupaten Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara.
“Belum ada kesepakatan
besaran nominal antara KPU dengan pemerintahnya,” ujar Husni. Menurut Husni,
awalnya KPU Kabupaten Bolaang Mongondow mengajukan pembiayaan pilkada sebesar
Rp25 miliar, tetapi yang disetujui pemerintah sebesar Rp19 miliar. “Awalnya
Rp25 miliar, kemudian turun menjadi Rp24 miliar dan terakhir yang disetujui
pemerintah hanya Rp19 miliar. Ini polanya pembahasannya seperti transaksi di
pasar tradisional saja,” ujar Husni berkelakar. Karena besaran dana yang disetujui
pemerintah belum sesuai dengan pengajuan KPU, akhirnya penandatanganan NPHD di
daerah itu tertunda sampai sekarang.
Husni juga membeberkan
dari 101 daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah tahun 2017, satker yang benar-benar tepat waktu melakukan
penandatanganan NPHD sebanyak 96 satker. Daerah itu melakukan penandatanganan
NPHD sesuai batas akhir 22 Mei 2016. Sementara 4 satker lainnya melakukan
penandatanganan NPHD pada 26 Mei 2016. “Jadi ada yang molor empat hari dari
batas waktu yang ditentukan,” jelas Husni.
Pada kesempatan itu
Husni juga menyampaikan hasil evaluasi penggunaan dana pilkada tahun 2015. Dari
268 daerah yang menggelar pilkada dengan nilai NPHD sebesar Rp5,99 triliun,
realisasi anggarannya mencapai Rp4,77 triliun atau sebesar 79,76 persen.
Anggaran yang dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp1,2 triliun. Pengembalian
dana tersebut, kata Husni perlu didalami agar diperoleh penjelasan yang detail
dan komprehenship. “Harus ada penjelasan, apakah pengembalian itu bersumber
dari perencanaan anggaran yang tidak tepat atau dari pembiayaan yang tidak
terprediksi seperti jumlah pasangan calon,” ujarnya.
Selain pembiayaan
pilkada, serapan anggaran KPU Tahun 2017 turut dibahas. Husni menyampaikan dari
Rp2,3 triliun alokasi anggaran yang diterima, realisasinya baru mencapai
Rp596,3 miliar atau 25,22 persen. Karena itu, kata Husni, semua satker harus
menyusun rencana aksi pelaksanaan program dan anggaran secara efektif dan
efesien.
Dalam forum yang sama,
Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah menambahkan KPU Provinsi yang telah
menyampaikan laporan penggunaan anggaran tahun 2016 berjumlah 18 provinsi.
Sementara lima provinsi seperti Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Utara, Maluku dan Papua belum menginput realisasi anggarannya ke dalam
sistem. Ferry juga menyampaikan lima daerah dengan penyampaian laporan keuangan
tercepat, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Bangka Belitung, Jambi dan
Sumatera Barat. “Mereka komunikasinya bagus dan menginput semua persediaan ke
dalam sistem,” ujar Ferry.
Pentingnya
Menjaga Nilai Dasar
Sementara Komisioner
KPU RI yang membidangi Sumber Daya Manusia, Sosialisasi dan Partisipasi Pemilih
Sigit Pamungkas menekankan pentingnya penyelenggara pemilu memegang kuat nilai
dasar organisasi KPU, yaitu independensi, profesionalitas dan integritas. “KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta jajaran sekretariat kita ingatkan terus.
Kalau tidak ingat dengan nilai dasar, jalannya bisa kemana-mana,” ujar Sigit.
Sigit menambahkan cara
kerja komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial mesti dipertahankan.
Kolektif kolegial itu bermakna bekerja sama layaknya sebuah tim. “Setiap
rencana kerja dan permasalahan yang dihadapi dibicarakan bersama dan diputuskan
bersama. Jangan sampai dibicarakan bersama, tetapi diputuskan sendiri,”
ujarnya.
Komisioner KPU yang
membidangi Teknis, Hadar Nafis Gumay menyoroti kecepatan komunikasi KPU yang
masih lambat. Padahal KPU memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi dengan
cepat dan akurat sebagai bentuk pelayanan yang baik kepada para stakeholders. “Kita sudah punya banyak
sekali fasilitas komunikasi seperti grup WhatSaap, sistem informasi dan
milis-milis, tetapi tetap saja masih lambat,” ujarnya.
Sementara Komisioner
KPU yang membidangi Hukum dan Pengawasan Ida Budhiati menekankan pentingnya KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka anggaran pembiayaan pilkada kepada
publik. Dengan keterbukaan itu, kata
Ida, masyarakat akan memahami struktur anggaran pilkada, berapa besaran
anggaran dan untuk apa peruntukannya, berapa yang dikelola KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota dan berapa yang digunakan untuk melayani hak konstitusional
warga Negara. “Sikap transparan itu akan membantu kita,” ujarnya. (Gabriel/red FOTO KPU/ftq/hupmas)