Jakarta, kpu.go.id – Hadar Nafis Gumay,
Juri Ardiantoro, dan Sigit Pamungkas menyambangi kantor KPU RI untuk berdiskusi
dengan Komisioner KPU RI, Rabu (17/1). Kedatangan Komisioner KPU RI periode
2012-2017 tersebut untuk memberikan dukungan kepada KPU RI untuk tetap konsisten
dalam melaksanakan Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017.
Putusan MK tersebut
mengabulkan sebagian gugatan salah satu partai politik (parpol) baru yaitu
verifikasi faktual diberlakukan sama terhadap semua parpol yang hendak menjadi
peserta pemilu 2019, baik itu parpol baru maupun parpol lama.
“Kami datang untuk
menyampaikan masukan dan mendorong kepada KPU untuk melaksanakan Putusan MK yang
final dan mengikat, memenuhi penyelenggaraan pemilu dengan asas keadilan dan
kesetaraan kepada seluruh peserta pemilu. Kami mendorong KPU melakukan
verifikasi faktual kepada 12 parpol dengan tetap berpedoman pada Peraturan KPU
Nomor 11 tentang pendaftaran dan verifikasi parpol,” tutur Hadar dalam
konferensi persnya.
Hadar memberi masukan
bahwa verifikasi faktual ini dilakukan dengan jadwal tersendiri, tidak
tergantung pada tahapan, program dan jadwal, karena tahapan, program, dan
jadwal itu dibuat untuk parpol baru. Bagi parpol lain yang dimaksudkan MK
dibuat jadwal sendiri dan itu otoritas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Kami juga ingin KPU
menjaga kemandiriannya seperti amanat UUD 1945, dan kami juga minta Bawaslu dan
DKPP untuk mengawasi semua proses verifikasi faktual ini, dan kami minta
pemerintah juga mendukung atas segala konsekuensi dari Putusan MK ini. Segala
alasan yang dibangun untuk pembenaran pelaksanaan yang menyimpang dari putusan
MK ini dapat berakibat pemilu bisa dipermasalahkan dikemudian hari,” pungkas
Hadar.
Senada dengan Hadar,
Juri Ardiantoro juga melihat ada kecenderungan mencari pembenaran, misalnya
soal anggaran, pelaksanaan putusan MK harus dengan anggaran besar dan waktu
terbatas. Juri meminta KPU fokus saja memahami dan melaksanakan Putusan MK
tersebut, urusan anggaran itu menjadi urusan pemerintah dan DPR.
“Kita ada beberapa
kasus putusan MK yang bisa langsung dilaksanakan, tanpa harus ada Perppu atau
revisi UU. Kami punya asumsi pembenaran-pembenaran itu supaya Putusan MK bisa
ditafsir yang tidak sesuai maksud putusan tersebut dan menjauhkan substansinya.
KPU konsisten saja dengan Putusan MK,” tegas Juri yang pernah menjabat sebagai
Ketua KPU RI.
Pada kesempatan yang
sama, Sigit Pamungkas mengingatkan bahwa konstitusionalitas penyelenggaraan
pemilu itu salah satunya peserta pemilu yang ditetapkan sesuai UU atau adanya
putusan MK. Kalau tidak sesuai, maka berakibat pada legitimasi peserta pemilu.
Partai politik mengajukan judicial review
ke MK itu untuk memastikan semua diperlakukan sama.
“Jika diperlakukan
berbeda, maka akan timbul pertanyaan terkait legitimasi peserta pemilu. KPU
yang berada di tengah pusaran kepentingan parpol perlu menunjukkan
kemandiriannya. Apapun kepentingan politik dengan kekuatan politik di parlemen,
KPU harus bisa berdiri di pijakan kokoh untuk tetap melaksanakan putusan MK
tersebut,” ujar Sigit.
Sementara itu,
Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan berpandangan masukan-masukan para senior
tersebut merupakan bentuk kepedulian dan memberikan semangat baru bagi KPU
periode sekarang. Wahyu juga menyampaikan telah mengajukan ke DPR dan
pemerintah opsi Perppu dan revisi UU, namun yang diterima adalah revisi
Peraturan KPU.
“KPU sudah memutuskan
untuk tetap melaksanakan putusan MK dengan verifikasi faktual kepada 12 parpol.
Kami juga tetap berupaya menjaga kemandirian KPU sebaik-baiknya,” tegas Wahyu
di depan insan pers. (Arf/red. FOTO
Dosen/Humas KPU)