Berita Terkini

Arief Budiman: Penyelenggaraan Pemilu Berbeda dengan Kegiatan Kenegaraan lain

Surakarta, kpu.go.id,– Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menyatakan, penyelenggaraan suatu pemilu berbeda dengan kegiatan kenegaraan lainnya. Kegiatan tahapan pemilu memerlukan anggaran yang cukup dan berkesinambungan, Jumat (24/4).“Misalkan, pemerintah sedang membangun jalan, lalu anggarannya macet dan kondisi alam tidak mendukung. Proyek itu bisa ditunda. Ini (pembangunan jalan-red) sebulan lagi jika cuaca bagus dan anggaran datang, baru proyek jalan lagi. Untuk Pemilu tidak bisa seperti itu. Ketika tahapan pemilu sudah berjalan, ya harus didukung oleh anggaran. Tidak mungkin suatu policy tidak didukung oleh budget. Suatu policy bisa jalan kalau didukung oleh budget yang cukup,” tegas Arief. Ada dua unsur yang mesti diperhatikan dalam penganggaran tahapan pemilu. Pertama dananya harus cukup. kedua, anggaran tersebut haruslah dapat dicarikan secara tepat waktu.“Anggarannya ada, tapi dicarikannya tahun depan atau akhir tahun, ya tidak bisa. Karena tahapan berjalan dengan sangat ketat dan tiap tahapan itu berkonsekuensi terhadap anggaran. Begitu juga dengan anggarannya ada, tapi tidak bisa dicairkan, ya sama saja. Jadi harus terpenuhi dua konsekuensi tersebut,” jelas Arief di sela-sela Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gelombang 2 yang diselenggarakan di Hotel Lor inn, Jl. Adi Sucipto, Kota Surakarta, 23-26 April 2015.Lebih lanjut Arief menerangkan, beragam kondisi mengenai pengajuan anggaran yang telah disepakati oleh masing-masing daerah. Ada yang disetujui 100 persen, di bawah 100 dan 75 persen, dan  bahkan di bawah 60 persen. Terkait itu, KPU di daerah harus mengecek apakah cukup dan bisa dijalankan. Karena ada hal-hal yang bisa dikurangi dan hal lainnya yang tidak bisa dikurangi.“Misalnya produksi surat suara, semurah-murahnya harga antara Rp.150 - Rp.200, tidak bisa dipaksa-dipaksa dibuat atau dikurangi menjadi Rp.50. Jadi, ada angka-angka yang bisa dikoreksi, tapi ada juga yang tidak bisa dikoreksi, dan memang kebutuhan minimalnya seperti itu,” jelas Arief mencontohkan.Terkait dengan adanya beberapa daerah yang belum menyepakati Naskah Pernjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk pilkada, Arief menghimbau untuk menyegerakan penandatangan naskah tersebut. Jika sampai tenggat waktunya belum bisa ditetapkan, KPU dalam rancangannya, bisa menunda tahapan pemilu di daerah tersebut.“Bila sampai masa pendaftaran PPK dan PPS ditutup belum juga disepakati NPHD, maka KPU bisa saja melakukan penundaan tahapan pemilu sebagimana diatur dalam aturan kita. Tapi ini masih dalam rancangan kita,” pungkas Arief. (ook/red. FOTO KPU/OOK/Hupmas)

WASPADA "SURAT PALSU MENGATASNAMAKAN KOMISI PEMILIHAN UMUM RI."

Jakarta, kpu.go.id - Dengan ini disampaikan kepada seluruh jajaran KPU se-Indonesia dan stakeholder terkait, untuk dapat kira nya berhati - hati dan melakukan pengecekan ulang, mengingat adanya temuan surat palsu yang mengatasnamakan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Permohonan surat palsu tersebut berisi tentang pengajuan pemutahiran biodata anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia periode tahun 2014 - 2019.Temuan ini disampaikan oleh Sekretariat DPRD Kota Bukit Tinggi kepada KPU Kota Bukit Tinggi, pada hari ini, Jumat (24/4), yang menyampaikan adanya beberapa kejanggalan dalam bentuk surat yang TIDAK SESUAI dengan format surat kedinasan KPU RI. Berkaitan dengan hal ini disampaikan bahwa surat tersebut JELAS PALSU dan TIDAK DIKELUARKAN OLEH KPU RI..Apabila ada KPU Provinsi/Kabupaten/Kota lain yang menerima surat palsu sejenis ini (terlampir) untuk dapat kiranya segera menginformasikan kepada KPU RI, melalui kontak dan alamat resmi yang tercantum pada web site kpu.go.id.Demikian informasi ini disampaikan untuk dapat menjadi maklum.(Hupmas KPU RI)Surat Palsu (klik disini)

KPU Batasi Masa Jabatan Anggota PPK dan PPS

Surakarta, kpu.go.id- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Juri Ardiantoro dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) terpadu pada Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota menjelaskan bahwa KPU akan membatasi masa jabatan anggota  Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dalam dua kali periode penyelenggaraan pemilu, Jumat (24/4).“Yang dimaksud dua kali sebagai anggota PPK/PPS adalah dua kali periode Pemilu. Yang disebut satu kali periode adalah Pemilu 2005 sampai dengan Pemilu 2009; yang kedua dari Pemilu 2010 sampai Pemilu 2014. Misalnya, anda di 2005 menjadi penyelenggara Pilkada, 2006 menjadi PPK Pemilihan Gubernur, 2009 jadi PPK Pemilihan legislatif, Pemilihan Presiden, empat kali dia jadi PPK, itu tetap dianggap satu periode. Tetapi PPS yang yang menjadi PPK Pilpres 2009, kemudian pada Pilkada 2010 menjadi PPK walaupun baru jadi PPK sebanyak dua kali, ini sudah berprinsip dua periode,” jelas mantan Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta.Hal tersebut dilakukan untuk menghindari petugas pemilu yang beranggapan bahwa proses pemilu merupakan rutinitas yang sama, dan sulit untuk beradaptasi terhadap norma dan peraturan yang baru.“Orang-orang seperti ini mempunyai sindrome masa lalu, menganggap Pemilu tidak berubah dari dulu, sehingga mereka nggak mau untuk belajar, akibatnya secara administratif banyak masalah yang dilakukan oleh mereka,” tegas Juri.Pembatasan masa jabatan anggota PPK, PPS dan KPPS tersebut dimaksudkan untuk mengkombinasikan orang-orang yang sudah berpengalaman dengan orang-orang yang mempunyai integritas, latar belakang yang baik dan kemampuan yang memadai.“Jadi ini prinsipnya, untuk mengkombinasikan antara orang-orang yang sudah pengalaman tapi tidak terlalu lama, dengan orang-orang yang punya integritas, punya latar belakang, dan kemampuan yang memadai,” ungkapnya.Bimtek hari kedua yang dimulai pada pukul 08.30 WIB tersebut dibagi menjadi dua kelas. Kelas A membahas Peraturan KPU (PKPU) tentang  tahapan, program dan jadwal pemilihan; tata kerja KPU dan pembentukan PPK/PPS/KPPS;  kampanye;  pelaporan dana kampanye, sosialisasi dan partisipasi masyarakat. Sedangkan kelas B membahas tentang pemutakhiran data pemilih; pemungutan dan penghitungan suara; rekapitulasi suara dan penetapan hasil; simulasi pengisian formulir.Selain membahas tentang PKPU, Bimtek tersebut juga membahas tentang pencegahan gratifikasi dan integritas penyelenggara pemilu; dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang dipaparkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ajg/rap/red. FOTO KPU/ook/Hupmas)

Sebagai Pilar Keempat Sistem Demokrasi, KPU Harus Independen

Sebagai Pilar Keempat Sistem Demokrasi, KPU Harus Independen Surakarta, kpu.go.id- Dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Assidique menyampaikan bahwa penyelenggara pemilu merupakan pilar keemat dari sistem demokrasi di Indonesia. “Anda-anda semua ini berada diposisi the fourth estate of indonesian democracy, maka cara berpikir dan bekerjanya mesti berbeda dengan cara berpikirnya presiden, dan kepala daerah,” ujar dia. Untuk itu ia menegaskan kepada seluruh peserta bimtek yang hadir untuk memegang teguh independensi dan tidak boleh terpengaruh dari kepentingan lain diluar tugas dan kewajiban KPU sebagai penyelenggara pemilu. “Jadi saudara-saudara sekalian kita harus punya independensi, punya integritas, punya sikap netral sesuai prinsip-prinsip yang dituangakn di Undang-Undang dan kode etik,” tegas Jimly. Meskipun konsep ”fourth estate of indonesian democracy” masih sebatas kajian, Ia menghimbau penyelenggara pemilu untuk menjalankan tugas secara independen dan berintegritas, sehingga konsep terebut dapat segera terwujud. Terkait dengan penerapan kode etik, menurutnya semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu perlu menanamkan etika untuk terciptanya penyelenggaraan pemilu yang berintegritas. “Mengenai peranan etika dalam demokrasi, etika perlu kita install dalam sistem pemilu. Baik kepada penyelenggara pemilu maupun pesertanya. Jadi sama-sama harus beretika, supaya adil. Sehingga penyelenggaraan pemilu betul-betul bisa diselenggarakan secara berintegritas,” lanjutnya. Dalam bimtek gelombang kedua yang diselenggarakan di Kota Surakarta 23-26 April 2015, Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat, Sigit Joyowardono menyampaikan bahwa Bimtek tersebut digelar untuk memberikan pemahaman yang sama antara KPU, Bawaslu, dan DKPP terkait aturan dan norma dalam penyelenggaraan pemilihan serentak. “Bimbingan Teknis yang diselenggarakan ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang sama terhapa norma yang diatur terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Bawaslu tentang Pilkada,” ujar Sigit. Dengan diselenggarakannya bimtek terpadu antara KPU, Bawaslu, dan DKPP itu, Ketua Bawaslu, Muhammad tidak ingin penyelenggara pemilu memiliki penafsiran yang berbeda atas norma dari peraturan yang disusun oleh ketiga lembaga tersebut. ”Potensi konflik dalam Pilkada mendatang tiga kali lebih besar dari pemilu nasional. Nah, dengan bimtek terpadu ini kami (KPU dan Bawaslu RI) zero tolerance terhadap perbedaan persepsi terhadap regulasi antar penyelenggara pemilu dilapangan,” tutur Muhammad saat resmikan bimtek terpadu itu. Kegiatan bimtek yang berlangsung di Hotel Lor In Kota Surakarta itu dihadiri oleh jajaran KPU, dan Bawaslu dari 11 Provinsi, serta 89 Kabupaten/Kota yang akan melangsungkan pilkada Tahun 2015. Kesebelas KPU dan Bawaslu yang hadir antara lain Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. (ajg/ris/red. FOTO KPU/ook/Hupmas)

Konsultasi Lanjutan PKPU Pencalonan

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Pemerintah (Kemendagri), kembali melanjutkan konsultasi pembahasan draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan dengan Panitia Kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Ruang sidang Komisi II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Kamis (23/04). Prof. Zudan Arif Fakrulloh (kanan) pihak dari Pemerintah memberikan masukan terkait pemaparan draf PKPU tersebut.  (dosen/red.KPU FOTO dosen)      

Sharing Bersama KPK dalam Pengembangan Sistem SDM

Bandung, kpu.go.id (23/4) - Sumber Daya Manusia (SDM) di lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, perlu ditingkatkan untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih baik. Salah satu lembaga yang menjadi sumber knowledge sharing ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Kegiatan Knowledge Sharing tersebut digelar atas kerjasama KPU dengan Australian Electoral Election (AEC) tentang manajemen SDM di lembaga penyelenggara pemilu, tanggal 22-23 April 2015 di Bandung, Jawa Barat.Pengembangan sistem SDM di KPK ada empat hal, pertama, analisa jabatan, yang hasilnya berupa deskripsi jabatan, baik di pusat maupun daerah. Kedua, analisa beban kerja, yang mana KPK bisa menentukan formasi sendiri. Ketiga, evaluasi jabatan, dengan peringkat jabatan-jabatan tertentu, ada sekitar 350 nama jabatan dan 18 grading. Keempat, kamus kompetensi, ini untuk mengembangkan pegawai yang terstruktur dan terarah."Ada tiga jenis pegawai di KPK, yaitu pegawai tetap, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. Proses rekruitmen disesuaikan dengan keahlian atau kompetensinya, ada di penindakan, maupun pencegahan. Seperti dalam hal penyidikan, itu bisa dimiliki semua orang, tanpa harus dari kepolisian atau kejaksaan," papar Kepala Biro SDM KPK, Apin Aviyan di hadapan peserta Knowledge Sharing dari KPU dan Bawaslu.Apin menambahkan, KPK mempunyai tagline "Indonesia Memanggil" dalam proses rekruitmen. Penggunaan tagline tersebut untuk menarik minat orang agar berkontribusi kepada negara. KPK selalu melakukan background check bagi calon pegawai, sehingga dia layak atau tidak layak menjadi pegawai KPK. Salah satu syarat bagi calon pegawai KPK adalah tidak boleh sedarah atau bersaudara sampai tiga tingkat, untuk menghindari conflict of interest."KPK setiap tahun membuat arah kebijakan pimpinan yang mengacu pada peta strategi dan target kinerja. Kontrak kinerja ini memiliki bobot 50 persen, kemudian 50 persen sisanya adalah perilaku. Satu hal penting, bagi pegawai KPK yang telah mengikuti pelatihan di dalam dan luar negeri, wajib melakukan sharing session, dan hal itu ada penilaian dalam sistem kinerja juga," jelas Apin.Sementara itu, Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas yang hadir dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan bahwa pencapaian prestasi dan keberhasilan itu berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi keberhasilan sebuah organisasi itu dilihat dari pencapaian tujuan organisasi tersebut."Ada tiga hal yang menjadi ukuran kinerja KPU, yaitu kinerja independen, profesional, dan berintegritas. Selama ini ada banyak gangguan yang menjadikan publik menilai kinerja KPU tidak cukup dipercaya. Misalnya, pada waktu verifikasi partai, ada yang mempersepsikan kinerja KPU buruk dalam hal independensi. Kemudian KPU juga mempunyai sejarah panjang dalam hal integritas, seperti pada Pemilu 2004 dan 2009, sehingga ini tantangan KPU ke depan, agar stigma kinerja yang tidak bagus itu bisa diperbaiki," papar Sigit yang juga memegang divisi Sumber Daya Manusia di KPU RI.Mulai tahun 2014, KPU mulai merintis sistem kinerja independen, profesional, dan berintegritas, tambah Sigit. Contohnya di KPU RI, ada recharging atau pembaharuan motivasi, kemudian ada team building, membangun soliditas antara komisioner dan sekretariat. Selanjutnya dalam menata perilaku pegawai, KPU menggunakan sistem insentif dan disinsentif. KPU juga menggunakan sistem informasi penyelenggara pemilu untuk mengontrol komisioner dan sekretariat agar dapat bekerja dengan baik. (Arf/FOTO KPU arf)

Populer

Belum ada data.