Berita Terkini

3 Siklus Sosialisasi dan Parmas Dalam Pemilu

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, mendesain strategi sosialisasi dan partisipasi masyarakat (parmas) dalam pemilihan umum (pemilu) yang dibagi ke dalam 3 (tiga) siklus program. Ketiga siklus tersebut yakni, sebelum, masa pelaksanaan, dan pasca pemilu.“Sosialisasi pemilu akan kita rancang ke dalam 3 tahapan, yakni, pre-electoral period, electoral period, dan post electoral period. Sehingga, proses pendidikan pemilh ini akan terus berjalan walaupun ada dan tidak ada pemilu,” terang Komisioner KPU Sigit Pamungkas, Kamis (29/1).Hal tersebut dijelaskan Sigit saat acara workshop penyusunan grand design sosialisasi dan peningkatan partisipasi masyarakat yang melibakan 33 Anggota KPU Provinsi divisi sosialisasi seluruh Indonesia di gedung KPU RI, Jl. Imam Bonjol No. 29, Jakarta.Target yang ingin dicapai oleh KPU RI dalam program sosialisasi dan parmas itu bukan hanya terpaku dalam kuantitas partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi juga kualitas akan pemahaman demokrasi para pemilih itu sendiri.“Ada hal-hal yang ingin kita raih dalam strategi ini, yaitu voter turn-out (partisipasi masyarakat-red) tinggi, suara tidak sah rendah dan literasi politik tinggi,” katanya.“Hal lainnya ialah bagaimana meminimalisir politik uang yang beredar di masyarakat, voluntarisme tinggi dalam pemilu, serta political engagement (keterlibatan warga dalam politk) tinggi,” papar Anggota KPU Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilh dan Pengembangan SDM.Selain itu, aspek strategis lain dalam penyusunan desain sosialisasi ini yakni memperhatikan content (muatan) lokal dan tugas dari tiap tingkatan penyelenggara pemilu mulai dari tingkat pusat sampai daerah.“Bagaimana kita memerhatikan konteks lokal dalam sosialisasi dan peningkatan parmas serta peran dari tiap level penyelenggara pemilu, ini yang harus kita pikirkan kedepannya,” tutup Sigit. (ook/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

9 Kelompok Masyarakat Sasaran KPU Dalam Kegiatan Sosialisasi Pemilu

Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik mengutarakan, setidaknya terdapat 9 (Sembilan) kelompok masyarakat yang perlu diperhatikan oleh KPU dalam upaya meningkatkan kualitas sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (pemilu), Kamis (29/1). “Kita akan menghadapi pilkada (pemilihan kepala daerah), dimana tanggung jawab kampanye banyak ada ditangan penyelenggara pemilu untuk membuat dan menyebarkan alat peraga kampanye, serta melakukan program sosialisasi lainnya. Ini harus dilakukan dengan hati-hati. Saya mencatat, paling tidak ada 9 kelompok yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sasaran sosialisasi yang akan dilakukan,” tuturnya dalam acara workshop penyusunan grand design sosialisasi dan peningkatan partisipasi masyarakat di gedung KPU RI, Jl. Imam Bonjol No. 29, Jakarta.“Pertama, kita harus memetakan daerah mana saja yang tingkat partisipasi pemilihnya dibawah rata-rata pemilih secara nasional, 75% untuk pileg, 71% untuk pilpres. Kedua, kita harus mengadvokasi kelompok masyarakat pada daerah terisolir yang rawan manipulasi. Ketiga, kita perlu memetakan daerah yang dalam penyelenggaraan pemilu lalu bermasalah, terutama yang melibatkan penyelenggara pemilu. Yang keempat, daerah yang disinyalir memiliki transaksi money politics tinggi,” jelas Husni.Selain keempat kelompok masyarakat tersebut, Husni menyebutkan ada empat kelompok lain yang keikutsertaannya dalam pemilu wajib diberi fasilitas. Antara lain kelompok marjinal, kelompok penyandang disabilitas, pemilih pemula, dan para tokoh masyarakat.“Kemudian ada kelompok masyarakat marjinal, misalnya kelompok masyarakat yang terbentuk akibat konflik, atau kelompok yang termarjinalkan. Keenam yang perlu kita cermati, adalah kelompok masyarakat disabilitas, yang dalam pemilu 2014 lalu menyuarakan belum mendapat fasilitas baik, kemudian juga pasien rumah sakit yang menjalani perawatan khusus. Ketujuh adalah kelompok pemilih pemula, terutama mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal. Kedelapan, mereka yang  menjadi opinion leader, para tokoh masyarakat ini perlu kita beri sosialisasi betapa pentingnya pemilu berkualitas, sehingga kemudian, beliau dapat memberikan pencerahan kepada lingkungannya,” urainya.Kelompok terakhir yang perlu diberi fasilitas dan perlu dijadikan mitra dalam penyebarluasan informasi sosialisasi pemilu adalah media massa. “Kita jangan lupa akan keterbatasan KPU dalam menjangkau masyarakat, kita butuh media yang dapat menduplikasi informasi penting dari penyelenggara untuk bisa sampai ke masyarakat,” lanjut Husni.Kegiatan sosialisasi pada 9 kelompok tersebut, menurut Husni perlu dilakukan secara baik sebelum memasuki tahun tahapan pemilu, sehingga tidak mempengaruhi kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh para peserta pemilu.Ia berharap, kegiatan sosialisasi tersebut dapat melahirkan komunitas yang peduli akan penyelenggaraan pemilu berkualitas, sehingga muncul motivasi untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pemilu.“Kita berharap dengan gencarnya sosialisasi yang nanti dilakukan, muncul satu kegiatan kerelawanan dari masyarakat yang termotivasi untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Karena KPU memerlukan regenerasi penyelenggara pemilu ad hoc di tingkat TPS, PPS dan PPK yang memiliki kompetensi, semangat baru, dan motivasi baru,” ujar Husni. (ris/red. FOTO KPU/ieam/Hupmas)

KPU Terima Kunjungan mantan Anggota Comelec Philipines

Jakarta, kpu.go.id- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), Arief Budiman menerima kunjungan mantan Anggota Comelec Philipines (Commision of Elections Republic of The Philipines) Rene V. Sarmaento, Rabu (28/1), di Gedung KPU Jl. Imam Bonjol No. 29, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak membahas sistem pemilu yang ada di masing-masing negara. Selain itu, Rene V. Sarmaento juga berbagi pengalaman tentang penggunaan e-voting dalam pelaksanaan pemilu di Filipina. (FOTO KPU/teks/ook/Hupmas)

KPU Prioritaskan Hak Politik Penyandang Disabilitas

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu memprioritaskan hak politik penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilu. Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi PBB Tentang Hak Penyandang Disabilitas, dan UUD 1945.Kaitannya dengan pemilu, dasar hukum tersebut dijabarkan dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Khusus dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tersebut, pasal 157 menyebutkan bahwa pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suara di TPS dapat dibantu orang lain atas permintaan pemilih. Kemudian pada pasal 142 penjelasan ayat 2 mencantumkan bahwa salah satu perlengkapan pemungutan suara adalah alat bantu tunanetra.Hal ini disampaikan Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik dalam acara Dialog Regional ke-3 Akses Pemilu untuk Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan AGENDA, Rabu (28/1) di JW Luwansa Hotel, Jakarta. Acara tersebut juga dihadiri Presiden Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Gufroni Sakaril, Director Association of World Election Bodies (A-WEB) Suyoung Choi, Australian Ambassador to ASEAN, Simon Philip Merrifield, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M. Afifuddin, serta organisasi-organisasi lainnya yang peduli pada penyandang disabilitas.“KPU juga telah mengatur prioritas bagi penyandang disabilitas mulai dari pendataan pemilih, sosialisasi pemilu, hingga kemudahan untuk memberikan hak suara di TPS, selain itu KPU juga membuat modul, materi sosialisasi dan pendidikan pemilih bagi pemilih disabilitas, serta kerjasama dengan PPUA Penca dalam menampung aspirasi dan rekomendasi terkait pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu,” papar Husni yang hadir bersama Anggota KPU Hadar Nafis Gumay dan Arief Budiman.Terkait pemberitaan mengenai 11 juta penyandang disabilitas yang disebut tidak terfasilitasi dalam pemilu, Husni memberikan klarifikasi bahwa terdapat masalah di pendaftaran pemilih, banyak anggota keluarga dari penyandang disabilitas yang masih enggan untuk menyampaikan anggota keluarganya tersebut. Ke depan diharapkan hal tersebut tidak terjadi lagi, mengingat KPU memberikan akses seluas-luasnya bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.Sementara itu Anggota KPU RI Hadar Nafis Gumay menguatkan paparan Ketua KPU RI, bahwa KPU sudah berkomitmen terhadap penyandang disabilitas, bukan hanya atas dasar aturan perundangan, tetapi akses penuh bagi semua kalangan adalah penting dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk bagi penyandang disabilitas.“Unsur disabilitas juga dilibatkan oleh KPU dalam memberikan masukan pada penyusunan draft Peraturan KPU, matriks-matriks untuk sosialisasi, dan pelibatan langsung dalam pemilu, meskipun belum banyak, tetapi keterlibatan langsung penyandang disabilitas nuansanya akan lebih tepat, daripada kita yang tidak dalam kondisi disabilitas,” ujar Hadar dalam konferensi pers di acara tersebut.Menurut Hadar, pintu masuk utama ada di pendaftaran pemilih bagi penyandang disabilitas, sehingga KPU akan terus melakukan perbaikan, dan momen terdekat adalah pelaksanaan pilkada. Hadar mengharapkan forum dialog tersebut dapat dihasilkan ide-ide baru yang bisa mensupport KPU agar dapat bekerja lebih baik ke depan. Pada prinsipnya, masyarakat dalam kondisi apapun mempunyai hak yang sama dalam pemilu, termasuk penyandang disabilitas. (arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU Terima Penghargaan Rekor MURI

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dengan jumlah pemilih terbanyak seluruh dunia, Selasa (27/1).“Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2014 merupakan pemilu dengan jumlah peserta terbanyak, bukan hanya di Asia, tetapi diseluruh planet ini, di dunia. Tentu ini tidak bisa dilakukan tanpa penyelenggara, yaitu KPU. Pak Husni, terima kasih sekali sudah menyelenggarakan pemilu dengan baik,” tutur Jaya Suprana, Pendiri MURI, saat menyerahkan penghargaan kepada KPU RI. Selain memberikan penghargaan kepada KPU, dalam acara perayaan ulang tahun MURI yang ke-25 tahun itu, MURI juga memberikan penghargaan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.Berikut merupakan daftar para penerima penghargaan rekor MURI, yang malam kemarin dilangsungkan di LG Floor (Lower Ground) Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta.Puan Maharani, Perempuan pertama sebagai Menteri Koordinator; Menteri Koordinator termuda (41 Tahun);Susi Pudjiastuti, Perempuan pertama sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI;Komisi Pemilihan Umum RI (Husni Kamil Manik), Penyelenggara Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dengan pemilih terbanyak;Prof. Dr. Salim Said, Sarjana pertama Indonesia yang menulis tesis tentang Sejarah Sosial Film Indonesia; Doktor pertama Indonesia penulis desertasi mengenai Peran Politik Militer Indonesia;Letkol Cpl. Simon Petrus Kamlasi, Pemrakarsa pembuatan pompa air hidrolik secara masal;Yayasan Buddha Tzu Chi (Sugianto Kusuma), Pelopor pembangunan rumah susun dengan pembinaan berkelanjutan bagi kaum miskin;DR. Boedi Maranata, Kolektor Martavan terbanyak (450 buah);Elizabeth Michelle Heryawan, Orang Indonesia termuda (13 tahun 7 bulan) peraih DipLCM bidang piano performance dari University of West London;Benny Hadisurjo, Pemrakarsa pembuatan komik wayang Indonesia berbahasa inggris.(ris/red. FOTO KPU/dam/Hupmas)

KPU Tingkatkan Kualitas dan Kredibiltas Pemilu Melalui Program AIESP

Jakarta, kpu.go.id- Dukungan kepemiluan dari pemerintah Australia untuk Indonesia terjalin melalui Departemant of Foreign Affairs and Trade (DFAT) diwujudkan dalam Australia-Indonesia Electoral Support Program (AIESP), yang bertujuan untuk membantu Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kredibilitas kepemiluan, baik di tingkat nasional maupun lokal/daerah, Rabu, (27/1).Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu diprakarsai Pemerintah Australia melalui DFAT, First Secretary Justice and Democratic Governance Assistance, Luke Arnold, dan diterima langsung oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, didampingi Anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay dan Sekretaris Jenderal KPU RI, Arif Rahman Hakim.Dukungan kepemiluan itu dilaksanakan melalui hibah bagi organisasi masyarakat dan bantuan teknis kepemiluan yang dikelola oleh The Asia Foundation (TAF), kerjasama KPU dengan Universitas Indonesia dan Perludem yang dikelola oleh Internasional Foundation for Electoral System (IFES), kerjasama peer-to-peer antara the Australia Electoral Commission (AEC) dan KPU, serta penguatan lembaga-lembaga penyelenggara pemilu yang dikelola oleh kemitraan.Dalam pertemuan itu dijelaskan, DFAT akan melakukan kajian akhir. Kajian akhir independen ini bertujuan untuk mengkaji capaian-capaian dan mengindentifikasi hal-hal yang bermanfaat dari program tersebut bagi penentuan proritas dan mekanisme kerjasama Australia dan Indonesia untuk penguatan demokrasi.Kegiatan review tersebut akan melakukan serangkaian konsultasi dengan para mitra dan pemangku kepentingan di Indonesia dan Australia, dan dilaksanakan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Martine Van de Velde, ahli internasional bidang monitoring dan evaluasi.Setelah 5 (lima) tahun penyelenggaraan program ini, kedua belah pihak setidaknya mendapatkan pelajaran dari program investasi masa depan antara Pemerintah Australia dan KPU. Bagi KPU program ini baru dirasakan secara operasional dalam tahun-tahun terakhir ini.“Secara operasional, baru dirasakan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir walaupun keberadaan program ini sudah 5 tahun, misalnya untuk sistem informasi pendaftaran pemilih sudah mulai dibangun tahun 2011 dan baru dioperasional tahun 2013,” ungkap Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik.Husni menambahkan, peningkatan kualitas ini lebih terasa saat KPU menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penyelenggaraan pemilu. Hal itu diwujudkan dengan beberapa kali memberikan pembekalan awal kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.“Masalah terbesar adalah pada personil penyelenggara pemilu yang berada di tingkat kecamatan, desa dan TPS, yang merupakan relawan, dimana KPU tidak bisa memberikan beban kerja yang optimal kepada mereka, karena kompensasi mereka tidak setimpal. Harapan kedepan yang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana menyiapkan penyelenggara pemilu ad hoc ini dapat bekerja lebih profesional, apalagi ada keinginan penyelenggara pemilu ad hoc yang lebih muda, lebih baru, lebih punya komitmen,” jelas Husni.Mengenai sistem pengelolaan data pemilih dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota secara langsung dan serentak, Komisioner KPU RI, Hadar nafis Gumay mengutarakan bahwa KPU akan meningkatkan kualitas aplikasi data pemilih yang sebelumnya sudah diterapkan dalam Pemilihan Umum Legislatif, Dan Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014.“Sedangkan untuk program yang sudah ada, seperti sistem informasi untuk mengelola data pemilih, KPU memutuskan untuk mengembangkan dan menggunakannya dalam pilkada. KPU sedang membuat peraturan-peraturan dengan melibatkan banyak pihak, KPU ingin ada partisipasi dari banyak pihak. KPU memiliki waktu yang sangat pendek untuk menyiapkan peraturan pilkada. Di dalam proses penyelesaian peraturan ini masih diperlukan partisipasi banyak pihak,” pungkas Hadar. (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Populer

Belum ada data.