Berita Terkini

Sosialisasi Jadi Etalase Semua Tahapan Pemilu

Senggigi, kpu.go.id – Bagi sebuah lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan kegiatan sosialisasi adalah sebuah keharusan. Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tahapan, program dan jadwal akan meningkatkan pengetahuan pemilih yang berkorelasi pada peningkatan partisipasi nanti. Sosialisasi informasi yang dilakukan KPU juga sifatnya terus menerus. Tidak terbatas pada waktu khusus dan cukupannya luas atau tidak dibatasi sektor masyarakat tertentu. Menurut Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU RI Nur Syarifah (Inung) yang perlu diperhatikan dari sosialisasi KPU adalah memberikan pandangan yang luas dan seutuhnya kepada masyaraka. Ibarat  etalase maka yang disampaikan menggambarkan semua hal yang dilaksanakan KPU. Untuk itu, Divisi Sosialisasi di KPU menurut Inung harus menjadi bagian terdepan (front office), sedangkan divisi-divisi yang lain menjadi pendukung (back office). Dia mencontohkan, ketika tahapan logistik berlangsung, maka banyak hal yang baru yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat, bisa berupa kotak suara transparan, atau bilik suara yang menggunakan bahan karton kedap air. "Meskipun yang membidangi itu Divisi Logistik, tetapi Divisi Sosialisasi harus bisa menjelaskan ke masyarakat, sehingga pada saatnya nanti masyarakat dapat mencoblos dengan kedaulatan penuh," ujar Inung saat memberikan pengarahan pada Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Partisipasi Masyarakat (Parmas), Kamis (1/11/2018) di Senggigi, Nusa Tenggara Barat (NTB).“Jika Divisi Teknis disebut menjadi inti tahapan penyelenggaraan pemilu, Divisi Hukum  yang menyelimuti dalam penanganan sengketa di lembaga pengadilan, dan Divisi Sosialisasi ini yang menjadi etalase atau public relation bagi divisi-divisi yang lain,” tutur Inung di depan Komisioner Divisi Sosialisasi dan Sekretaris KPU Provinsi se-Indonesia. Inung juga menjelaskan divisi sosialisasi dalam menyebarluaskan informasi pemilu harus memperhatikan empat hal penting inti sosialisasi, yaitu kapan memilih, bagaimana tata cara memilih, surat suara apa saja yang dipilih, dan apa yang harus dibawa saat memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal ini perlu dilakukan secara masif ke masyarakat untuk mewujudkan pemilih yang berdaulat. “Sosialisasi tersebut dapat dilakukan dengan branding image di berbagai media cetak, elektronik, dan online, setidaknya informasi Pemilu Serentak 17 April 2019. Selain di media, juga bisa memanfaatkan transportasi umum, seperti cover seat di kursi bus dan kereta, dan media informasi lainnya,” jelas Inung. Selain melalui sosialisasi yang dilakukan KPU, tambah Inung, pemilih yang berdaulat juga harus mempunyai kesadaran sendiri untuk mencari informasi-informasi terkait pemilu. Jika kesadaran itu sudah terbangun, maka tumbuh juga kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya di TPS. Hal ini yang mendorong pencapaian target tingkat partisipasi masyarakat sebesar 77,5 persen pada Pemilu Serentak 2019. (hupmas kpu Arf/foto: Irul/ed diR)

Tutup Pembekalan, Evi Pesan Agar Timsel Bekerja Cermat dan Teliti

Jakarta, kpu.go.id - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik resmi menutup pelantikan dan pembekalan tim seleksi (timsel) tahap 7 Calon Angggota KPU Provinsi dan Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota Periode 2018-2023, di Hotel Grand Sahid Jaya Rabu (31/10/2018) malam.  Di kata penutupannya, Evi berharap proses yang telah dijalani selama dua hari mulai pelantikan hingga pembekalan dapat menambah pengetahuan timsel akan tujuan dari proses seleksi nanti. Dia juga berharap semua materi yang diberikan bisa diterapkan dan dipedomani selama proses tahapan seleksi. Evi juga berharap timsel bekerja dengan penuh hati-hati dan menjalankan amanah dengan baik. Mengingat orang-orang yang akan dipilih nanti akan menjalankan tugas melayani masyarakat, menegakkan demokrasi. Tak lupa Evi juga mengucapkan terima kasih kepada semua anggota timsel yang telah hadir dan telah serius mengikuti seluruh proses pembekalan. "Yang telah berkonsentrasi, serta fokus untuk memperhatikan para narasumber yang ada selama pembekalan berjalan,"  tutup Evi.Sebagaimana diketahui, timsel yang mengikuti kegiatan pembekalan berjumlah 146 orang. Mereka diberikan amanah untuk menyeleksi calon anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota di sejumlah daerah di Indonesia. Adapun daerah yang akan menyelenggarakan seleksi antara lain Sumatera Utara (1 timsel untuk 2 kab), Sumatera Selatan (3 timsel untuk 12 kab/kota), Riau (1 timsel provinsi, 2 timsel untuk 11 kab/kota), Banten (1 timsel untuk 1 kab), Jawa Barat (1 timsel untuk 2 kab), Jawa Tengah (1 timsel untuk 3 kab/kota), Jawa Timur (1 timsel provinsi). Kalimantan Barat (1 timsel untuk 2 kab), Kalimantan Selatan (1 timsel untuk 1 kab), Kalimantan Timur (1 timsel provinsi dan 2 timsel untuk 10 kab/kota), Kalimantan Utara (1 timsel provinsi dan 1 timsel untuk 5 kab/kota), Gorontalo (1 timsel untuk 1 kab), Sulawesi Tengah (1 timsel untuk 2 kab), Sulawesi Selatan (1 timsel untuk 1 kab), Sulawesi Tenggara (1 timsel untuk 2 kab), Sulawesi Barat (1 timsel untuk 1 kab), Bali (1 timsel untuk 1 kab), Nusa Tenggara Barat (1 timsel provinsi dan 2 timsel untuk 10 kab/kota), Nusa Tenggara Timur (5 timsel untuk 21 kab/kota), Maluku (1 timsel provinsi dan 2 timsel untuk 11 kab/kota) serta Papua (2 timsel untuk 8 kab/kota). (hupmas kpu James/foto: Dosen/ed diR)

Konsolnas Parmas untuk Bedah Problematika Tahapan

Senggigi, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Partisipasi Masyarakat (Parmas) bersama Komisioner Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Sekretaris KPU Provinsi se-Indonesia, Rabu (31/10) di Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Konsolnas Parmas ini dilaksanakan KPU untuk membedah permasalahan-permasalahan tahapan Pemilu 2019, seperti tahapan kampanye yang sedang berlangsung saat ini. Harapannya, hasil Konsolnas Parmas ini dapat dijadikan rekomendasi kebijakan KPU dalam tahapan Pemilu 2019. “Kegiatan konsolnas ini harus optimal untuk bisa mengatasi problematika tahapan Pemilu 2019. Sehingga kita mendapatkan solusi-solusi alternatif menghadapi dinamika tahapan dan pelaksanaan sosialisasi pendidikan pemilih,” tutur Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan saat membuka Konsolnas Parmas. Komisioner yang juga membidangi Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih di KPU RI ini juga mengajak seluruh jajaran Komisioner KPU Provinsi se-Indonesia tetap bekerja profesional mempersiapkan tahapan Pemilu 2019 hingga akhir masa jabatan. Dia menyampaikan hal itu dilatarbelakangi akan berakhirnya masa jabatan sejumlah anggota KPU di beberapa provinsi dan kabupaten/kota. Kepala Biro Teknis dan Hupmas Nur Syarifah (Inung) menjelaskan kegiatan Konsolnas Parmas ini dilaksanakan sebagai bagian mewujudkan target Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pemilu 2019 dengan tingkat partisipasi sebesar 77,5 persen. Menurut dia target yang ada bukan hanya sekedar mengajak pemilih untuk datang ke TPS, tetapi juga meningkat kualitasnya. "Yaitu pemilih datang ke TPS dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan. Untuk itu sosialisasi dan pendidikan pemilih menjadi bagian penting dalam kesuksesan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2019,” ujar Inung. Inung juga mengungkapkan alasan pemilihan NTB sebagai tuan rumah konsolnas, tak lain sebagai  bagian dari rasa empati KPU seluruh Indonesia untuk “NTB Bangkit”. Peserta konsolnas juga diagendakan akan mengunjungi Kabupaten Lombok Utara yang beberapa waktu yang lalu dilanda musibah gempa bumi. (hupmas kpu Arf/Foto: Irul/ed diR)

Sekjen Tegaskan Satu Jalur Komando KPU

Jakarta, kpu.go.id - Sebagai satu organisasi yang memiliki ratusan satuan kerja (satker) hingga tingkat bawah, satu jalur komando penting diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu jalur komando ini juga harus ditaati oleh para komisioner dan pegawai didalamnya agar tujuan dan target organisasi tercapai. Pesan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU, Arif Rahman Hakim saat memberikan arahannya pada kegiatan orientasi tugas anggota KPU kabupaten/kota 2018-2023 di Jakarta Rabu (31/10/2018).Arif juga menekankan pentingnya disiplin untuk meraih kesuksesan. Dan semangat disiplin inilah yang terus diperkuat lembaganya dalam menyelesaikan tugas. "Kami di birokrasi sudah diatur sedemikian ketat, ada kode etik, ada aturan disiplin PNS. Jadi kalau PNS itu tidak boleh membangkang perintah atasan karena kita punya jalur komando," jelas Arif.Selain itu, Arif juga menerangkan tentang sistem yang saat ini terbangun untuk memacu kinerja pegawai, bersama Kemenpan RB evaluasi eksternal terus dilakukan. "Kalau Setjen kuat tentu tupoksi bapak/ibu menjadi lebih ringan. Dan komitmen kami supaya jajaran Setjen jadi lebih baik," kata Arif.Di luar itu Arif juga menyampaikan bahwa tahun ini akan ada penambahan 700 PNS dilingkungan KPU. Mereka akan ditempatkan di sejumlah satker yang tersebar di seluruh Indonesia utamanya di daerah-daerah pelosok yang selama ini kekurangan pegawai. (hupmas kpu Bil/foto: Ieam/ed diR)

Saat Dua Mantan Komisioner Berbagi Pengalaman di Kegiatan Orientasi Tugas

Jakarta, kpu.go.id - Pengalaman adalah guru terbaik, pepatah itu nampaknya sesuai untuk menggambarkan inti dari diskusi panel yang digelar oleh Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dihari kedua kegiatan orientasi tugas anggota KPU Kabupaten/Kota 2018-2023, di Jakarta, Rabu (31/10/2018).Mantan Komisioner KPU periode 2012-2017, Ida Budhiati serta mantan Ketua KPU periode 2007-2012, Abdul Hafidz Anshary hadir sebagai narasumber dan membagi pengalamannya lima tahub bertugas di kantor yang beralamat di Jalan Imam Bonjol 29 Jakarta. Dimulai dengan Ida, yang pada kesempatan itu bercerita banyak hal yang dihadapinya selama menunaikan tugas sebagai penyelenggara kepemiluan. Salah satu hal yang menjadi konsennya pada saat itu adalah bagaimana menjaga kemurnian suara masyarakat.Dia juga menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian selama menjadi anggota KPU hingga yang paling kecil dan sederhana  seperti senyum."Misalnya peserta pemilu A senyumnya lebar, peserta B senyumnya kecut itu kalau ada videonya bisa jadi masalah. Untuk itu saya ingin kembali menegaskan bahwa pemilu dunia ini tidak ada yang sempurna, pasti ada saja itu problem, adminstrasi pemilu tetapi yang jadi tanggung jawab adalah bagaimana meminimalkan persoalan dan kemudian mencari solusi," tegas Ida.Tak mau kalah, Abdul Hafidz Ansyari juga menceritakan pengalamannya saat dirinya menjabat dan menyelenggarakan Pemilu 2009. Ketika itu, kata Abdul, banyak hal yang dihadapi mulai dari perubahan aturan dasar pemilu, penyusunan data pemilih hingga ancaman-ancaman yang dia terima selama menjabat."Ada cerita yang menarik ketika pilpres kita dianggap bahwa menghilangkan sekian hak pilih. Bahkan salah satu calon bilang ke saya mau kepung KPU karena di salah satu tempat pemilihnya tidak terdata, pas saya minta datanya, sampai sekarang tidak diserahkan," papar AbdulKegiatan orientasi tugas sendiri berlangsung ramai dan lancar, selain mendengarkan secara seksama para peserta juga mendapatkan kesempatan untuk brrdialog dengan dua narasumber. (hupmas kpu Bil/foto: Ieam/ed diR)

FGD Evaluasi Pemilihan Serentak Soroti Medsos dan Kandidasi Calon

Surabaya, kpu.go.id - Tuntas sudah Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Pemilihan Serentak 2015-2018 edisi kedua yang digelar di Universitas Airlangga Surabaya Rabu (31/10/2018).Kegiatan satu hari pemungutan penuh ini setidaknya merangkum beberapa hal, khususnya yang menyangkut tema utama "Kampanye SARA, Regulasi, Modus Operandi dan Solusi" antara lain usulan penguatan regulasi menangkal politik identitas dan SARA juga hoax, pencermatan dan pengawasan yang lebih kuat terkait media sosial (medsos) hingga menurunnya jumlah kandidat calon di pemilihan kepala daerah imbas dari meningkatnya ambang batas pencalonan yang berakibat pada banyaknya persaingan head to head dalam pemilihan serentak atau calon tunggal. Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dalam kata penutupnya berterimakasih atas masukan pemikiran dan tanggapan para stakeholder kepemiluan yang hadir pada kegiatan FGD kali ini. Tidak hanya para pembicara seperti Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali, Dirjen Otda Kemendagri Sumarsono, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dan Peneliti Setara Institute Ismail Hasani tapi juga sejumlah partai politik dan pegiat kepemiluan masyarakat sipil yang hadir dan memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.Pramono juga sepakat bahwa masukan dan pemikiran para peserta FGD terkait fenomena politik identitas, SARA dan juga hoax pada proses pemilihan harus dihindari. Meskipun pada prakteknya hal tersebut kerap masih dianggap lumrah oleh sebagian orang. Pramono juga sepakat perlu adanya regulasi yang memperkuat penyelenggara pemilu untuk mengatasi persoalan ini. Termasuk didalamnya pengaturan yang lebih ketat terkait penggunaan media sosial yang dianggap sebagai salah satu sarana menyebarkan politik identitas dan SARA ke tengah masyarakat. Dia juga membuka diri dengan adanya pemikiran bahwa proses pencalonan di pemilihan serentak selanjutnya atau di pemilu berikutnya bisa dipermudah namun tetap selektif. Dia membenarkan bahwa proses kandidasi politik yang terbatas hanya diikuti oleh sedikit calon membuka lebar peluang untuk digunakannya politik identitas, SARA dan hoax. "Tugas penyelenggara makin berat, tapi bagaimana kita terus membahas ini demi penyelenggaraan pemilihan yang lebih baik. Dan kita memang mengambil waktu untuk melakukan evaluasi untuk mengambil kebijakan yang lebih jernih," kata Pramono. Sebelumnya pada sesi akhir diskusi FGD, Rahmat Bagja menilai keberadaan medsos sebagai sarana kampanye lebih banyak merugikan masyarakat. Isu agama, suku, ras disebutnya kerap disampaikan oleh peserta dan membuat masyarakat menjadi jauh dari politik. Bawaslu sendiri menurut dia tidak bisa melangkah lebih jauh untuk mengawasi akun medsos, selain mengawasi akun yang telah didaftarkan oleh para peserta. "Dan yang pasti akun tersebut tidak akan melakukan pelanggaran," kata Bagja.Senada, peneliti Setara Institute Ismail Hasani menyebut politik identitas yang terjadi disetiap proses pemilihan juga hadir tidak lepas dari hilangnya keberpihakan kita pada nilai-nilai kebangsaan. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya pemahaman kepemiluan. "Dan dampaknya tentu destruktif," kata dia. Dia pun mengusulkan perlu adanya kerja politik disamping kerja regulasi untuk lebih mengatur itu semua. "Kerja regulasi saja tidak cukup tapi juga kerja politik," pungkasnya. (hupmas kpu dianR/foto: dianR/ed diR)

Populer

Belum ada data.