Berita Terkini

KPU Gelar Uji Publik Draft PKPU Tahapan Pemilihan Serentak 2020

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar uji publik draft Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan Program dan Jadwal Pemilihan Serentak 2020, Senin (24/6/2019). Uji publik turut dihadiri partai politik peserta pemilu 2020, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta LSM pemerhati kepemiluan. Dari KPU RI sendiri hadir Ketua Arief Budiman, Anggota Ilham Saputra, Hasyim Asy’ari, Evi Novida Ginting Manik, Viryan serta Pramono Ubaid Tanthowi. Uji publik dibuka Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik yang sekaligus menjelaskan bahwa Pemilihan Serentak 2020 akan digelar di 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten serta 37 kota) dan tindaklanjut atas Undang-undang (UU) tentang Pemilihan Nomor 1 Tahun 2015 yang diubah UU 8 Tahun 2015 dan diubah kembali dalam UU 10 Tahun 2016. Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dalam penjelasan berikutnya mengatakan bahwa Pemilihan Serentak 2020 yang berlangsung di 270 daerah akan digelar pada Rabu 23 September 2020. Penetapan hari dan tanggal tersebut telah sesuai dengan perintah UU 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 6 bahwa Pemilihan Serentak Gelombang Keempat (hasil Pemilihan 2015) akan digelar dibulan kesembilan. “Di September itu ada lima kali hari Minggu, dan kita ambil Rabu,” tutur Pramono. Secara khusus, beberapa yang perlu mendapat perhatian oleh partai politik menurut Pramono terkait Pemilihan Serentak 2020 ini adalah waktu pencalonan dimana prosesnya akan dilakukan pada 28-30 April 2020. Juga waktu penetapan pasangan calon yang prosesnya dilakukan pada 13 Juni 2020. Hal lain yang juga ditekankan oleh Pramono terkait pencalonan adalah proses pendaftaran bagi bakal calon jalur perseorangan yang di Pemilihan Kepala Daerah diatur dan dibolehkan. Menurut dia mereka yang ingin maju melalui jalur independen harus mengawalinya dengan mengumpulkan dukungan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dimana KPU ditiap daerah penyelenggara nantinya akan mengumumkan syarat minimal dukungan pada 28 November-8 Desember 2019. “Penyerahan untuk pemilihan gubernur 28 Februari-3 Maret 2020 dan untuk pemilihan bupati/walikota 2-6 Maret 2020,” tutur Pramono. Sementara itu pada sesi masukan dan tanggapan, sejumlah partai politik menyampaikan beberapa gagasannya. Politisi Partai NasDem, I Gusti Putu Artha mengingatkan pentingnya mengawal proses penandatangan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), terutama bagi daerah yang kepala daerahnya maju kembali sebagai petahana (incumbent). Hal lain disampaikan politisi Partai Demokrat, Andi Nurpati yang menekankan pentingnya proses pemutakhiran data pemilih terutama sinkronisasinya dengan data pemilih yang telah ada pasca Pemilu 2019. Hal lain yang juga mengemuka dari tanggapan maupun masukan dari peserta uji publik adalah penegasan regulasi terkait mekanisme penggantian calon apabila yang bersangkutan berhalangan tetap. Terutama mereka yang tidak dapat lagi mengikuti proses pemilihan kepala daerah mendekati hari pemungutan suara. Dikesempatan selanjutnya, Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifudin mengajak semua untuk mencermati kembali tanggal-tanggal yang tertuang dalam rancangan PKPU Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Serentak 2020, khususnya apakah ditanggal tersebut beririsan dengan hari besar keagamaan. Dia juga sepakat bahwa uji publik perlu untuk mengupas hal teknis yang dianggap kurang selama pelaksanaan Pemilihan Serentak sebelumnya. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

Waktu Penetapan Rekapitulasi Telah Disepakati Seluruh Pihak

Jakarta, kpu.go.id – Kesaksian yang menguntungkan Termohon kembali tersaji di Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 Jumat (21/6/2019). Saksi Chandra Irawan yang dihadirkan Pihak Terkait menjelaskan tentang proses rekapitulasi nasional yang berlangsung di KPU RI 4-21 Mei 2019 lalu. Dalam kesaksiannya, Chandra mengatakan bahwa penetapan hasil rekapitulasi perolehan suara yang sekira dilakukan pada pukul tiga dini hari merupakan kesepakatan bersama termasuk oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02. "Saya akan bertanya satu hal, saudara saksi apakah pada tanggal 21 Mei sekitar jam 3 dini hari para saksi setuju pengesahan dilakukan pada saat itu juga ?," tanya Juru Bicara Termohon, Komisioner KPU Wahyu Setiawan. "Setuju, bahkan saya sempat berbisik ke 02 agar itu disahkan segera," jawab Chandra. Jawaban Chandra di muka sidang itu sekaligus menepis kecurigaan pemohon perihal waktu penetapan yang dilakukan pada saat senyap ketika kebanyakan masyarakat terlelap. Selain itu, dalam sidang yang dipimpin Hakim Anwar Usman itu, fakta menarik terungkap mulai dari tidak adanya keberatan perolehan suara selama rekapitulasi, keakraban para pihak, sampai adanya pembubuhan tanda-tangan kader Partai Amanat Nasional, Ibnu pada Surat Keputusan Penetapan Hasil Rekapitulasi sehari setelah penetapan yakni tanggal 22 Mei 2019. (hupmas kpu bil/foto: JAP/ed dIR)

Salah Entri Situng Terjadi di Kubu 01 dan 02

Jakarta, kpu.go.id - Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) menjadi persoalan yang diangkat dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (20/6/2019). Dalam permohonannya, Pemohon kubu 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno menuding terjadi kecurangan salah entri perolehan suara Situng yang mengakibatkan berkurangnya jumlah suara kubunya. Dalam keterangannya, Saksi Ahli Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo justru menerangkan fakta menarik, di mana kesalahan entri tidak hanya merugikan suara kubu 02 melainkan juga terjadi hal serupa di kubu 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin. "Penambahan dan pengurangan terjadi pada kedua belah pasangan baik 01 atau 02, tidak spesifik pada satu pasangan saja," ungkap Marsudi di hadapan Majelis Hakim. Sebagai contoh, di Provinsi Gorontalo Situng menunjukan perolehan suara 4.451 untuk kubu 01, setelah dilakukan cek fisik C1 ternyata suara kubu 01, 3.811, sehingga ada penambahan suara 640 di 01.  "Sementara itu, di tempat yang sama, kubu 02 menurut Situng 4.784 setelah dilakukan cek fisik C1 ternyata hanya 4.043 penambahan suara 741," jelasnya Selain terjadi di kedua kubu, kesalahan entri juga terjadi secara acak berdasarkan grafik yang muncul dengan pemetaan daerah yang terjadi kesalahan. "Kalau angka itu (salah entri) diuji secara statistik maka terjadi deretan acak," sambungnya. Ahli berpendapat penyebab kesalahan entri tersebut bisa terjadi dikarenakan dua hal, pertama karena operator yang salah menginput dan kedua kesalahan pada form C1 yang diinput. (hupmas kpu bil/foto: JAP/ed diR)

Keterangan Saksi Pemohon Tidak Relevan

Jakarta, kpu.go.id - Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kembali berlanjut dengan agenda sidang medengarkan keterangan saksi dan ahli Pemohon, di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (19/6/2019). Sebanyak lima belas orang saksi ditambah dua ahli dihadirkan pihak pemohon dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman itu. Pada kesempatan pertama, Saksi Pemohon, Agus Maksum memberikan keterangannya di muka sidang. Yang bersangkutan menuding ada 17,5 juta DPT tidak wajar yang kerap disebutnya dengan kata "siluman". Sebagai Termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi yang diwakili tiga juru bicara yakni Ketua Tim Kuasa Hukum Ali Nurdin, Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari dan Viryan. Ditemui usai sidang diskors, Hasyim menyebut keterangan saksi terkait data 17,5 juta DPT yang disebut bermasalah tidak relevan. Bahkan yang bersangkutan tidak bisa meyakini apakah hadir atau tidak pada hari pemungutan suara. “Dan tidak bisa diyakini apakah jadi suara apa tidak maka kesimpulannya tidak relevan dengan jumlah perolehan suara,” ujar Hasyim. Hasyim juga menyebut bahwa sejumlah keterangan yang disampaikan saksi justru menguntungkan Termohon. Seperti saat yang bersangkutan mengakui bahwa kewenangan menentukan Nomor Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga adalah kewenangan Dirjen Dukcapil. Dikesempatan yang lain Ketua KPU Arief Budiman menyebut keterangan yang disampaikan saksi sesungguhnya telah dijawab seluruhnya oleh Termohon pada sidang sebelumnya. Tidak hanya lisan, bahkan jawaban atas keterangan saksi telah disajikan dalam bentuk buku. "Saya mohon tidak digunakan kata-kata yang menurut saya berlebihan, manipulasi, palsu, siluman, kan ternyata enggak, begitu kita klarifikasi kan ya invalid iya. Tetapi KPU sudah menjelaskan semua termasuk menyelesaikan seluruh data-data yang disebut ganda tadi, bahkan terakhir kan disampaikan saksi hanya tersiksa 200 ribu dan itu masih dugaan ganda 200 ribu yang kemudian kita verifikasi di lapangan,” jelas Arief. (hupmas kpu bil/foto: JAP/ed diR)

KPU Ajukan Penambahan Pagu Indikatif 2020

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta persetujuan DPR terkait penambahan Pagu Indikatif 2020 sebesar Rp1.201.388.105.000 pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II, Rabu (19/6/2019). Pagu Indikatif 2020 KPU RI sendiri sebesar Rp1.9992.861.596.000 yang akan digunakan untuk belanja dan kegiatan meliputi belanja operasional pegawai, belanja operasional kantor serta belanja non operasional. “Belanja Non operasional sebagian besar kami gunakan untuk dukungan kegiatan Pilkada Serentak 2020 di 270 satker,” jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Arif Rahman Hakim yang hadir didampingi para pejabat dilingkungan KPU RI. Arif dalam kesempatan itu juga meminta persetujuan DPR agar pihaknya dapat merelokasi efisiensi anggaran hasil optimalisasi anggaran 2019 yang akan dimanfaatkan untuk sarana dan prasarana Kantor KPU (pusat dan daerah) yang nilainya sebesar Rp310 Miliar. “Karena ini masih moratorium kami berencana membangun kantor KPU di provinsi, kab/kota,” lanjut Arif. Permintaan persetujuan penambahan anggaran juga disampaikan dua penyelenggara pemilu lainnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan besaran penambahan anggaran Bawaslu untuk 2020 sebesar Rp497.099.425.000 dari Pagu Indikatif 2020 sebesar Rp2.844.862.603.000. Sementara DKPP yang mulai Agustus nanti kesekretariatannya berpindahtangan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebesar Rp10.720.000.000. Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeron memahami permintaan penambahan anggaran yang diajukan persetujuannya oleh para penyelenggara pemilu. Apalagi di 2020 nanti, baik KPU, Bawaslu dan DKPP akan disibukkan dengan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah 2020. “Saya kira KPU termasuk yang dianggarkan sebesar itu, tapi melihat urgensinya ini bisa dimaklumi kekurangan itu,” tutur Herman. Herman menjelaskan bahwa usai disampaikan dalam RDP dan diketok, maka pengajuan penambahan anggaran ini akan dibawa oleh Komisi II DPR ke Badan Anggaran (Banggar) untuk kemudian ditindaklanjuti. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

KPU Bantah Semua Tuduhan Pemohon

Jakarta, kpu.go.id - Sidang kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi ruang bagi Termohon (Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI) serta Pihak Terkait (TKN 01) memberikan tanggapan atas permohonan Pemohon yang disampaikan pada sidang sebelumnya. Pada kesempatan itu Bawaslu RI juga menyampaikan hasil pengawasannya untuk disandingkan dengan permohonan pemohon yang mendalilkan adanya pelanggaran yang terjadi di Pemilu 2019. Jawaban Termohon sendiri diwakili oleh Ketua Tim Kuasa Hukum Ali Nurdin. Dalam paparannya Termohon membantah seluruh permohonan Pemohon. Beberapa yang dibantah antara lain terkait tuduhan kecurangan masif yang terjadi selama proses Pemilu 2019. Termohon mempertanyakan konsistensi Pemohon dalam mengajukan permohonan, dimana pada Permohonan yang disampaikan 24 Mei 2019 dalil tentang kecurangan masif tidak diajukan sebagaimana yang dibacakan pada sidang perdana Jumat, 14 Juni 2019. “Jika betul-betul Pemohon memiliki buktinya tentu sudah diajukan Pemohon dalam permohonannya. Oleh karenanya permohonan Pemohon pada 24 Mei 2019 menjadi bukti bahwa Termohon telah bekerja dengan benar dalam menyelenggarakan Pilpres 2019,” ujar Ali. Masih tentang dalil kecurangan masif, Termohon juga mempertanyakan detil dari kecurangan masif ini yang diantaranya menyangkut lokasi dan pelaku yang melakukan pelanggaran masif tersebut. Bantahan lain yang disampaikan merespon Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman serta Situng yang bermasalah. Khusus DPT, Termohon menurut Ali, tercatat telah tujuh kali melakukan melakukan kordinasi terkait DPT yang dipersoalkan. Bahkan tidak sampai disitu, kliennya juga langsung menindaklanjuti laporan Pemohon dengan melakukan pengolahan data, berkordinasi dengan Ditjen Dukcapil hingga menindaklanjutinya ke jajaran dibawah. “Intinya persoalan DPT ini sudah diselesaikan bersama-sama,” kata Ali. Adapun terkait Situng, Termohon menurut Ali telah menindaklanjuti setiap kesalahan input baik dari temuan maupun laporan yang disampaikan. Dan untuk 21 TPS yang dilaporkan oleh Pemohon terjadi salah input Situng, menurut Ali jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh TPS yang ada di Tanah Air. Atas dasar itu, Termohon menurut Ali menganggap tidak berdasar tuduhan adanya rekayasa Situng untuk memenangkan salah satu pasangan calon di Pemilu 2019. “Jadi tidak benar atau bohong (direkayasa), sebagaimana dikembangkan salah satu pendukung Pemohon WN yang satu hari lalu ditangkap Bareskrim Polri karena menyebarkan berita bohong server KPU disetting untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf dengan tetap menjaga suara di 57 persen,” tambah Ali. Menanggapi permohonan Pemohon yang menginginkan diskualifikasi calon wakil presiden (cawapres) 01 KH Ma’ruf Amin yang disebut melanggar syarat pencalonan, Termohon menurut Ali menganggap status yang bersangkutan sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di Bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah memang tidak perlu dipersoalkan karena kedua bank tersebut bukanlah bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dan terkait dugaan kejanggalan perolehan suara Pemohon disejumlah TPS yang berjumlah nol, Termohon menganggap dalil tersebut sangat tidak berdasar karena fenomena ini tidak hanya dialami Pemohon tapi juga oleh Pihak Terkait. Di akhir pembahasannya, Termohon meminta mahkamah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan benar Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.1.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pilpres 2019, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota dalam Pemilu 2019. “Menetapkan perolehan suara Polpres 2019, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin 85.607.362 suara dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 suara,” tutup Ali. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

Populer

Belum ada data.