Berita Terkini

Demokrasi Butuh Kejujuran dan Keterbukaan

Jayapura, kpu.go.id - Negara menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat, berbicara, dan mendapatkan informasi, maka demokrasi membutuhkan kejujuran dan keterbukaan. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), khususnya dalam hal keterbukaan informasi ini."Salah satu obsesi saya itu mendirikan KPU bisa menjadi pusat data dan informasi, bagaimana KPU bisa menjadi ladang untuk meraih informasi sebanyak-banyaknya, terutama informasi kepemiluan," ujar Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Riskiyansyah dalam Pelatihan Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di lingkungan KPU, Selasa (6/10) di Jayapura, Papua.KPU sudah mengatur keterbukaan informasi publik dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di lingkungan KPU, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Peraturan KPU tersebut menjadi gong penanda keterbukaan informasi di KPU itu sangat penting.KPU harus transparan kepada publik, tambah Ferry, karena demokrasi itu salah satunya adalah partisipasi publik, sehingga KPU harus bisa mewujudkan partisipasi publik tersebut. KPU telah melakukan banyak transparansi, contohnya soal Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), transparansi penetapan calon DPR, DPD, dan DPRS, transparasi silog, dan transparansi perolehan suara."Sidalih itu salah satu bentuk transparansi, secara terbuka dan online KPU menyajikan daftar pemilih. Orang bisa tahu daftar pemilih by name by adress, orang bisa tahu akses daftar pemilih, dan ini terbesar di dunia. Begitu juga dengan transparansi perolehan suara, melalui scan data C1, ini bukti otentik, pertama kali dalam sejarah pemilu di dunia, bahkan Amerika pun mengakui ini proses luar biasa. Semua transparansi ini juga harus kita lakukan dalam pilkada serentak 2015 ini," papar Ferry yang juga menjadi Pembina PPID di KPU RI.Sementara itu, Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Papua, Hans Nelson Paiki dalam kesempatan yang sama mengungkapkan adanya tiga komponen utama yang ada di UU Keterbukaan Informasi Publik, yaitu masyarakat, badan publik, dan Komisi Informasi. Badan publik disini lembaga yang dalam pengelolaannya menggunakan anggaran APBN atau APBD, sedangkan Komisi Informasi adalah lembaga independen yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa badan publik dengan pemohon informasi."KI juga melakukan pengawasan pelaksanaan keterbukaan informasi di badan publik. Prinsip keterbukaan ini simpel, kalau dulu ada paradigma bahwa informasi itu harus tertutup atau dirahasiakan, padahal sudah ada kriteria informasi itu harus dirahasiakan, seperti informasi yang mengganggu keamanan negara dan hak pribadi seseorang," jelas Hans yang juga menjabat Wakil Ketua KI Provinsi Papua. (Arf/red. FOTO KPU/Arf/Hupmas)

Perkuat Eksistensi KPU dalam Struktur Ketatanegaraan

Yogyakarta, kpu, go, id- Ketua KPU RI Husni Kamil Manik melemparkan wacana perlunya penguatan kedudukan atau eksistensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam struktur ketatanegaraan. Peran KPU yang sangat strategis dalam sirkulasi kekuasaan memerlukan kelembagaan yang tidak hanya independen, tetapi memiliki kendali kekuasaan terhadap sipil dan militer selama transisi pemerintahan. “Kedudukan ketatanegaraan KPU sudah cukup kuat. Posisi KPU sangat independen terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif. Namun masih diperlukan penguatan agar kontestasi politik, terutama dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden berjalan secara adil dan setara. Di India misalnya kekuasaan atas sipil dan militer selama penyelenggaraan pemilu berada di tangan KPU. Dengan demikian Presiden incumbent tidak memiliki kendali terhadap sipil dan militer,” ujar Husni saat memberikan kuliah umum dihadapan mahasiswa pascasarjana tata kelola pemilu di Universitas Gadjah Mada, Kamis lalu (1/10).Konstitusi memberikan mandat kepada KPU untuk mengelola sirkulasi dua cabang kekuasaan, yakni eksekutif dan legislatif. Tugas dan tanggung jawab yang besar tersebut mestinya diikuti dengan kewenangan yang lebih besar dalam mengendalikan kekuasaan selama masa transisi. Ketergantungan KPU terhadap cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam pelaksanaan pemilu juga harus dikurangi untuk memperkuat asas kemandirian dan imparsialitas.Penguatan kewenangan KPU juga seiring dengan rumitnya penyelenggaraan pemilu di Indonesia. KPU mengelola tiga jenis pemilu yakni pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pemilu legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota). Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dengan sistem pemilihan langsung merupakan yang terbesar di dunia.“Selama ini Indonesia seringkali disebut Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Untuk pemilu legislatif iya karena jumlah pemilih India dan Amerika Serikat lebih banyak dari Indonesia. Tetapi untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sistem pemilihan langsung Indonesia yang terbesar di dunia. Amerika Serikat masih menggunakan sistem electoral vote, sementara India yang sistem pemerintahannya bersifat parlementer maka kewenangan memilih Presiden berada di tangan anggota parlemen,” jelasnya. Penghargaan terhadap hak-hak politik rakyat di Indonesia sangat besar. Rakyat memiliki hak untuk memilih secara langsung para pemimpinnya baik di legislatif maupun eksekutif. “Saat ini pejabat publik yang tidak dipilih secara langsung di Negara kita hanya kekuasaan kehakiman. Di Negara kita belum lazim, kekuasaan kehakiman itu ditentukan oleh rakyat, tetapi di beberapa Negara di dunia telah menerapkan mekanisme pemilihan langsung untuk pengisian kekuasaan kehakiman,” ujarnya. Pemilu Sebagai Keunggulan KomparatifSelain perlunya penguatan eksistensi KPU dalam struktur ketatanegaraan, Husni juga mengatakan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pengelola pemilu mutlak diperlukan. Untuk itu sejak tahun 2015, KPU membukan program strata 2 tata kelola pemilu bekerja sama dengan 10 perguruan tinggi di Indonesia yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Samratulangi, Universitas Cenderawasih, Universitas Nusa Cendana, Universitas Lampung, dan Universitas Indonesia. “Ke depan ini akan menjadi keunggulan komparatif kita sebagai Negara demokrasi terbesar di dunia. Nanti perguruan tinggi yang bekerja sama dengan KPU membuka program tata kelola pemilu tidak hanya untuk menampung mahasiswa dalam negeri, mahasiswa dari luar negeri juga perlu kita undang untuk belajar pemilu ke Indonesia,” ujarnya. Wakil Dekan Fakultas FISIP UGM Najib Aska mengatakan program pendidikan kepemiluan merupakan kontribusi Indonesia untuk mempromosikan demokrasi kepada dunia. Menurutnya perlu pemerataan pembelajaran kepemiluan dan demokrasi di tingkat regional dan global. “Kita telah mampu melewati masa transisi demokrasi dengan baik dalam waktu yang singkat. Institusionalisasi dan scientifikasi untuk pemilu di Indonesia juga sudah cukup baik. Ini harus kita sumbangkan untuk perbaikan dan pemerataan demokrasi di dunia,” ujarnya. (*)   

Husni: Jangan Lama-Lama Publik Menanti Hasil Pemungutan Suara

Depok, kpu.go.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum, (KPU) RI, Husni Kamil Manik dalam acara simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwakot) Kota Depok 2015 mengatakan hal itu kepada jajaran KPU Kota Depok, Minggu (4/10).“Jangan lama-lama publik menanti apa yang menjadi hasil pemungutan dan penghitungan suara,” kata Husni saat memberi arahan kepada jajaran KPU Kota Depok.Dengan mempublikasikan hasil pemungutan suara sesegera mungkin, diharapkan dapat meredakan tensi politik yang sempat mengemuka. “Dengan demikian diharapkan suasana politis itu tidak lama berlangsung,” ujar Husni.Karenanya, Ia meminta jajaran KPU Kota Depok untuk menyusun strategi agar proses pengumpulan formulir C1, hingga proses pemindaian dapat dilakukan pada hari H selepas pemungutan dan penghitungan suara.“Karena akses Kota Depok tidak susah, maka sudah seharusnya dipikirkan bagaimana di hari pertama (9 Desember), seluruh proses scanning itu bisa tuntas, dan terpublikasi,” lanjutnya.Terkait dengan pemilihan Kota Depok sebagai lokasi simulasi pemungutan dan penghitungan suara, Husni mengatakan hal itu untuk mewakili karakteristik masyarakat perkotaan.“Simulasi di Kota Depok, sengaja kami pilih untuk mewakili karakteristik pemilih kota,” kata Husni di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat.Sebelumnya untuk menyasar segmentasi masyarakat pedesaan dan masyarakat nelayan, KPU sudah melakukannya di Kota Wonosobo, dan Pangandaran.“Sebelumnya, untuk karakteristik pemilih pedesaan sudah dilakukan di Wonosobo 6 September 2015, untuk karakteristik pemilih nelayan sudah dilakukan simulasi pada tanggal 2 Agustus lalu di Pangandaran,” paparnya.Husni mengatakan simulasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2015 dapat diterapkan dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara.“Secara khusus simulasi ini untuk mengetahui sejauh mana implementasi terhadap Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2015 bisa diterapkan,” terang Husni. (rap/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Husni: Panggung Pemilu Untuk Para Peserta Pemilu

Yogyakarta, kpu.go.id – Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik dalam kuliah umum Program S2 Tata Kelola Pemilu, di ruang  seminar pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gajah Mada (UGM), Kamis (1/10).Membawakan materi “Penguatan Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia,” Husni menjelaskan bahwa penyelenggara pemilu ialah komponen di belakang layar panggung pemilihan umum (pemilu).“Jadi salah kaprah kalau ada penyelenggara pemilu yang lebih dikenali dari pada peserta pemilu, sudah offside,” ujar Husni.Husni Menekankan tentang pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (sdm) penyelenggara pemilu dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu.Mengutip pernyataan akademisi dan penggiat pemilu Eep Saefulloh Fatah, Husni  menyatakan bahwa penyelenggara pemilu menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pemilu.“Hampir semua riset-riset Internasional selalu memasukkan faktor penyelenggara pemilu dalam menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu,” ujarnya menambahkan.Dalam kesempatan yang sama, Husni menjelaskan tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu dari berbagai prinsip internasional.Dua prinsip yang ditekankan ialah, tahapan pemilu harus dapat diprediksi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian, serta hasil pemilu yang tidak dapat diprediksi.“Survei-survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga bukan berarti menunjukan bahwa hasil pemilu dapat diprediksi, itu menjelaskan hasil apabila pemilu dilaksanakan hari ini, bukan termasuk prediksi hasil pemilu,” paparnya.Dalam paparannya yang hampir berlangsung selama 120 menit tersebut, Husni banyak menjelaskan tentang prinsip-prinsip penyelenggara pemilu, serta sejarah dan deskripsi penyelenggara pemilu dari masa ke masa.Ia berharap semua peserta program S2 Tata kelola Pemilu dapat lulus dengan standar kelulusan yang baik. Terhadap program S2 Tata kelola Pemilu, husni berharap program ini dapat terus berkembang dan menjadi pioneer pendidikan tata kelola pemilu di kawasan Asia Tenggara. (ftq/red. FOTO KPU/mtr/Hupmas)

KPU Launching Beasiswa Studi S2 Tata Kelola Pemilu

Yogyakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara resmi menggelar Launching Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu di Ruang Seminar Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Kamis (1/10). Peluncuran Program S2 Tata Kelola Pemillu tersebut ditandai dengan pemberian kuliah umum perdana oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik yang memberikan materi Penguatan Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia. Dalam sambutannya, Husni mengapresiasi semua pihak yang telah berjibaku hingga program Beasiswa S2 tata Kelola Pemilu ini dapat diluncurkan. Husni juga memberikan apresiasi kepada civitas akademik di UGM yang secara antusias memadati ruang seminar untuk menyaksikan kuliah umum. Husni berharap, program beasiswa ini dapat memperbaiki kualitas pemilu ke depan, karena adanya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) didalamnya. Husni juga menjelaskan bahwa program beasiswa ini merupakan  terobosan prestius karena tidak ada satu negara lain pun di dunia yang membuka pembelajaran tata kelola pemilu langsung di banyak universitas.Selain disaksikan oleh civitas akademik dari UGM, Peluncuran dan kuliah umum dari Ketua KPU tersebut, juga disaksikan oleh peserta mata kuliah Tata Kelola Pemilu di 9 (Sembilan) Universitas Negeri di Indonesia. Para peserta mata program beasiswa di uniiversitas lain menyaksikan kuliah umum melalui livestreaming dan tetap dapat berinteraksi pada sesi Tanya jawab melalui telepon.Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu telah dirintis sejak tahun 2013, dengan dibentuknya Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu untuk berdiskusi dan menyusun kurikulum perkuliahan. Konsorsium tersebut melibakan akademisi dari 10 (sepuluh) Universitas di Indonesia yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah mada, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Lampung, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Nusa Cendana dan Universitas Cenderawasih.  Kini Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu ini telah dibuka di 9 (Sembilan) Universitas di Indonesia dengan peserta terdiri dari 70 mahasiswa dari KPU dan 10 mahasiswa dari Bawaslu.Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Penelitian UGM, Muhammad Najib Azka,  menyambut baik program beasiswa tata kelola pemilu ini. Najib menjelaskan bahwa program ini dapat dilihat sebagai salah satu kontribusi Indonesia bagi Perkembangan Demokrasi Global. Najib menjelaskan, hal tersebut dikarenakan sebagai negara yang dalam proses transisi demokrasi, pelaksanaan Pemilu di Indonesia tergolong baik dibanding pelaksanaan di negara-negara lain. (ftq/red. FOTO KPU/mtr/Hupmas)

Populer

Belum ada data.