Berita Terkini

Goverment Public Relations (GPR) Pilar Penting Demokrasi Birokrasi.

Jakarta, kpu.go.id- Public Relations atau Hubungan Masyarakat (Humas) adalah, salah satu bagian struktur organisasi yang berfungsi mengkomunikasikan baik produk ataupun layanan informasi yang dimiliki oleh organisasi tersebut kepada publik.Seiring dengan perubahan dunia yang dinamis dengan kemajuan tehnologi informasi, kenyataannya hingga saat ini Humas pemerintah belum menunjukan pengaruh nyata sebagai garda terdepan di instansinya. Padahal Humas pemerintah adalah ujung tombak suatu instansi dalam membangun komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat.Hal ini ditekankan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno ketika membuka secara resmi forum tematik  kelembagaan, informasi dan kehumasan bertema "Penguatan kelembagaan Humas Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Mendukung Fungsi Goverment Public Relations (GPR).". "Humas merupakan pilar penting dalam demokrasi suatu birokrasi, fungsi humas selain menyampaikan sesuatu yang akan dilakukan pemerintah kepada masyarakat, juga dapat sebagai pendengar apa yang diinginkan masyarakat." jelas Pratikno.Ia juga menambahkan, melalui komunikasi/penyampaian informasi, suatu program pemerintah dapat sukses karena mendapatkan dukungan masyarakat, disana menurutnya fungsi dan keberadaan Humas menjadi bagian penting. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) Pemerintah dengan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, Kamis (5/3), juga dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rudiantara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Yuddy Chrisnandi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dan Humas Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah seluruh Indonesia.Mendukung pernyataan Mensesneg, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiYuddy Chrisnandi menegaskan, bahwa Pengelolaan dan tata kelola suatu informasi melalui fungsi kehumasan yang dilaksanakan aparatur pemerintah telah diatur dalam Undang - Undang dan peraturannya."Bagaimana pengelolaan atau tata kelola suatu informasi melalui fungsi kehumasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah diatur dalam pasal 28 Undang - Undang Dasar 1945, UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 dan Peraturan Kemenpan Nomor 30 Tahun 2011 sebagai dasar hukum." terang Yuddy.Ditambahkan Yuddy, Humas pemerintah mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan penyampaian suatu informasi yang benar dan profesional sehingga dapat menjadi suatu opini publik yang positif untuk pemerintah.Sementara itu dalam diskusi Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan, bentuk komunikasi dalam penyampaian informasi menuntut inovasi dari para praktisi Humas, pemanfaatan media tehnologi seiring dengan perubahan dunia yang dinamis dapat memperluas cakupan jangkauan serta mempermudah penerimaan informasi."perubahan luar biasa terjadi dalam hal kehumasan, terutama pada pemanfaatan tehnologi baru dalam konteks penyampaian informasi/komunikasi. masyarakat saat ini membutuhkan sesuatu yang bersifat reachable, dengan pemanfaatan tehnologi media saat ini selain dapat memperluas jangkauan juga mempermudah penerimaan informasi yang disampaikan." ungkap Rudi yang pernah menjabat sebagai Komisaris Independen PT. Indosat.Rudi mencontohkan penggunaan media online seperti media sosial tweeter untuk penyampaian informasi, ia menyarankan pada para peserta untuk mulai menggunakan aplikasi messenger atau media sosial sebagai salah satu sarana penyebaran dan penghimpunan informasi, tanpa mengesampingkan media konvensional cetak dan elektronik.Melalui Forum ini kiranya dapat memperkuat  kelembagaan dan peran Humas di tiap institusi pemerintah,  dalam mewujudkan pelaksanaan tugas diseminasi informasi strategis kepada masyarakat. (dam/red.FOTO KPU/dam)

Subsidi APBN Dapat Mencegah Politisasi Anggaran Pilkada

Jakarta, kpu.go.id- Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota akan dilakukan perubahan oleh DPR. Perubahan UU tersebut akan mempengaruhi pengaturan dan sistem pemilu di Indonesia. Salah satu rencana perubahan yang dimaksud adalah masuknya subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam anggaran pilkada serentak. Subsidi APBN tersebut diharapkan dapat mencegah politisasi anggaran yang sering terjadi dalam pilkada, terutama dalam kampanye pilkada.Khusus mengenai dana kampanye dan audit dana kampanye pilkada, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ingin memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk itu, Perludem menggelar diskusi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Kamis (5/3) di Media Centre KPU RI.“KPU harus membuat sanksi terhadap pasangan calon yang tidak membuat laporan dana kampanye, tidak hanya bagi pasangan calon yang menang, tetapi juga pasangan calon yang kalah. KPU juga harus memberikan pembatasan pemasukan atau penerimaan sumbangan dana kampanye yang ukurannya dari besaran belanja dana kampanye,” tutur Ketua Perludem, Didi Suprianto.Sementara itu, Peneliti ICW Donal Fariz mengungkapkan, peran strategis KPU dalam mencegah praktek tindakan korupsi, terutama menyangkut pelaksanaan pilkada. Apabila kandidat peserta pilkada berhutang kepada cukong-cukong pemilu dalam pembiayaan pilkada sebagai penyumbang dana, maka akses korupsi akan menjadi terbuka. Cukong-cukong tersebut akan mendekati kandidat yang berpotensi menang besar dalam pilkada.“Pengumpulan dana kampanye dan belanja kampanye harus terbuka, mengingat belum adanya kesadaran utuh dari peserta pemilu, maka butuh upaya paksa dari penyelenggara pemilu dalam peraturannya. KPU harus mempersempit celah-celah yang bisa dimanfaatkan, hal itu dengan memantau pengumpulan dan belanja dana kampanye,” tutur Donal Fariz.Donal menambahkan, KPU dan KPU di daerah bisa bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal tersebut. Hasil PPATK tersebut nantinya bisa disandingkan dengan hasil Kantor Akuntan Publik (KAP), sehingga akan terlihat apabila ada kecurangan. Kemudian apabila KPU memiliki keterbatasan kewenangan dalam memonitor rekening khusus dana kampanye (RKDK), hal tersebut dapat juga dilakukan oleh Bawaslu.Kemudian Koordinator advokasi dan investigasi FITRA, Apung Widadi mengungkapkan konsep pilkada serentak ini adalah penghematan anggaran, sehingga aturan mainnya jangan sampai kontradiktif. Seperti subsidi dana kampanye dari APBN juga tidak boleh kontradiktif dan malah memboroskan keuangan negara. FITRA telah melakukan rekomendasi mengenai adanya tumpang tindih antara APBN dan APBD, karena dalam pilkada serentak ini ada beberapa item yang pembiayaannya memakai APBN.“FITRA lebih mendorong penggunaan APBN, agar daerah tidak seenaknya mengalokasikan anggaran pilkada, padahal anggaran pendidikan dan kesehatan justru lebih rendah daripada anggaran pilkada. Subsidi APBN ini juga dilakukan dalam upaya menghilangkan politisasi anggaran, sehingga tidak ada lagi dana bantuan sosial atau bansos untuk pilkada, tidak ada lagi kepala daerah yang memanfaatkan celah ini, dan ini adil bagi seluruh peserta pilkada,” papar Apung Widadi.Metode pembiayaan pilkada juga harus jelas, tambah Apung, bagian mana yang menggunakan APBD dan bagian mana yang menggunakan subsidi APBN. Apung mencontohkan, anggaran pelaksaan pemungutan suara pilkada menggunakan APBD, sedangkan khusus dana kampanye bisa dikelola KPU menggunakan APBN. Penggunaan APBN ini juga dapat mengurangi intervensi terhadap KPU di daerah, pengawasannya juga terpusat dan ada standar yang sama seluruh Indonesia. (arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Bahas Pelaksanaan Pilkada 2015, Anggota DPRD dan KPU Kabupaten Kendal Kunjungi KPU RI

Jakarta, kpu.go.id- Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kendal melakukan pembahasan dengan KPU RI terkait pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang tahun ini akan digelar serentak, Kamis (5/3).Dalam pertemuan itu Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kendal, H. Masruhan Samsurie, secara khusus berkonsultasi mengenai implementasi pendanaan yang perlu di akomodasi oleh DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan serentak Tahun 2015. Mengenai penganggaran dana APBD untuk penyelenggaraan pilkada, Kepala Bagian Pengelolaan Keuangan Sekretariat Jenderal KPU RI, Pujiastuti meminta daerah untuk menyusun RAB pelaksanaan pilkada secara garis besar terlebih dahulu, sambil menunggu pengesahan draft peraturan baru atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 dan Nomor 57 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.“Sampai dengan rapat kami (KPU) dengan Kemendagri terakhir, sekarang sedang digodok pedoman baru atas perbaikan Permendagri 44 dan 57. Cuma disini belum ada rinciannya, apa saja yang boleh dimasukkan dalam RAB tersebut. Untuk masalah penganggaran bisa dirancang dahulu, karena hal itu tidak akan berbeda jauh dengan pedoman nomor 57,” tuturnya.Meskipun tidak ada perbedaan mendasar, ia menjelaskan, penyusunan RAB pelaksanaan pilkada pada dasarnya mengacu kepada standar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Soal rincian dalam penyusunan RAB, ia meminta daerah untuk menunggu pedoman yang saat ini terhenti pengesahannya.“Yang jelas, yang akan menjadi standar di biaya yang akan bapak, ibu ajukan mengacu kepada standar APBN. Untuk mengenai rincian tahapannya, kita menunggu pedoman yang akan disahkan sebentar lagi, mungkin tidak akan terlalu lama,” lanjutnya.Mengenai kesiapan KPU dalam menggelar pemilihan serentak Tahun 2015, Staf Ahli Biro Teknis dan Hupmas, Sekretariat Jenderal KPU RI, Udi Prayudi menjelaskan, meskipun DPR belum menetapkan revisi atas Undang-Undang mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, KPU tetap melakukan persiapan dengan menyusun draft peraturan yang dibutuhkan untuk melaksanakan Pilkada 2015.“Walaupun belum ditetapkan, KPU berinisatif secara paralel dan maraton untuk membahas peraturan KPU, ada 10 peraturan yang saat ini dibahas, utamanya tahapan pilkada, pencalonan, pemutakhiran data pemilih, dan kampanye,” ujarnya.KPU menargetkan seluruh peraturan KPU terkait pelaksanaan pilkada dapat rampung pada pertengahan Bulan April 2015 pasca berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR. Mengingat tahapan pertama pilkada akan dimulai pada Bulan Mei dengan membentuk badan penyelenggara ad hoc tingkat PPK dan PPS.“KPU menargetkan pada bulan April seluruh regulasi sudah ditetapkan setelah melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah, sehingga KPU memiliki landasan hukum untuk dapat melaksanakan tahapan pilkada, karena sesuai dengan peraturan, pada bulan Mei KPU sudah harus membentuk badan penyelenggara ad hoc tingkat PPK dan PPS untuk mengakomodasi calon perseorangan yang akan melakukan pendaftaran,” lanjut Udi.Di akhir pertemuan, Ketua Komisi A menyampaikan bahwa peraturan yang sering mengalami perbaikan menjadi salah satu hal yang menyulitkan daerah. Menurutnya dengan adanya draft Peraturan Permendagri dan draft PKPU tentang Tahapan, daerah bisa mendapatkan gambaran umum mengenai persiapan yang memerlukan tindak lanjut secara tepat.“Buat kami sebenarnya tidak ada permasalahan, karena sebenarnya kami sudah siap. Karena regulasilah kita berubah-ubah, ini standar yang harus kami lakukan. Kendala kami baik KPU maupun DPRD untuk mengeluarkan keputusan itu harus ada dasarnya. Tetapi jika kami sudah ada gambaran 60 persen, kita sudah mantep,” ujar Masruhan.Ia berharap dengan regulasi yang pasti, Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota di Kabupaten Kendal dapat berjalan aman, sukses, tanpa adanya ekses negatif. (ris/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU Kawal Keterbukaan Informasi Publik

Bogor, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengawal keterbukaan informasi publik dalam setiap tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dengan berupaya menginformasikan secara transparan setiap aktivitas Pemilu demikian dikemukakan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah. Hal tersebut disampaikan saat membuka pelatihan tentang implementasi keterbukaan informasi publik yang bekerjasama dengan Indonesia Parliamentary Center (IPC)  di Hotel Lorin Sentul-Kabupaten Bogor, Selasa (3/3), dengan peserta yang berasal dari sejumlah perwakilan  KPU Kabupaten/Kota di wilayah  Provinsi  DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.“Aspek penting mengawal adalah karena sudah ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi publik, seluruh data C1 masuk ke dalam website dan terinformasikan, hal tersebut sudah sangat transparan dan kedepannya dapat menjadi sebuah  mekanisme yang harus dijalankan,” ujar Ferry.Hal penting lainnya  bagi KPU  di seluruh tingkatan adalah, sebagai badan publik harus mengelola informasi secara lebih baik sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan juga berusaha terbuka dalam menyampaikan segala informasi ke masyarakat.  “Misalnya KPU sebagai badan publik harus menginformasikan mengenai setiap tahapan secara cepat dan tepat, hal tersebut perlu menjadi pedoman  dalam  setiap aktivitas KPU di setiap tingkatan. Selain itu  hal penting adalah kita tahu mekanisme substansi informasi  yang ada, diumumkan secara serta merta, berkala ataupun yang  dikecualikan,” jelas Ferry.“Upaya keterbukaan itu, kita harapkan juga  bukan hanya terjadi di Imam Bonjol (KPU RI-red), tapi juga terjadi di seluruh Satker KPU di seluruh Indonesia. Dalam konteks demokrasi, tuntutan partisipasi publik adalah jadi keniscayaan, maka KPU perlu jadi lokomotif untuk proses transparansi. Sekarang ini KPU sudah mulai, hal tersebut  hanya kewajiban untuk menyampaikan saja, tell the truth, right to know, tapi juga freedom of information,” tegas Ferry.(mtr/red. FOTO IPC)

Ralat Surat Sekjen No.188 perihal Seleksi Sekretaris KPU Prov

Jakarta, kpu.go.id- Menunjuk Surat Sekjen KPU nomor 188/SJ/II/2015 perihal Seleksi Jabatan Sekretaris KPU Provinsi, bersama ini disampaikan ralat persyaratan umum calon peserta seleksi. Jika sebelumnya tercantum persyaratan "sedang menduduki jabatan Eselon II atau Eselon III minimal 2 (dua) tahun dengan memiliki pangkat Pembina Tingkat I (IV/b)", diralat menjadi "pernah/sedang menduduki jabatan Eselon II atau Eselon III minimal 2 (dua) tahun dengan memiliki pangkat Pembina Tingkat I (IV/b)". (dd)Surat Sekjen KPU RI Nomor : 333/SJ/III/2015 klik di sini

KPU Gelar Ujian Sertifikasi PBJ

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar ujian sertifikasi ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU RI. Ujian tersebut dilaksanakan selama 2 (Dua) Hari (3 dan 4 Maret 2015), di Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Kepemimpinan Aparatur Nasional Lembaga Administrasi Negara (LAN), Pejompongan, Jakarta Pusat, (3/3).Sebelumnya, sebanyak 43 pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU RI telah mengikuti Diklat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah selama 4 (Empat) Hari (24-27 Februari 2015) di tempat yang sama.Kegiatan tersebut merupakan hasil tindak lanjut Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Sekretariat Jenderal KPU RI atas evaluasi pengadaan logistik Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 yang merekomendasikan untuk menambah personil yang memiliki sertifikat pengadaan.Karena dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Panitia Pembuat Komitmen, Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan, dan Pejabat Pengadaan harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.Komisioner KPU RI, Juri Ardiantoro menjelaskan, pemilu Indonesia merupakan kegiatan yang unik. Karena semua tahapan pemilu harus berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan, tidak bisa diundurkan dan dilaksanakan secara serentak oleh semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memiliki hak pilih.“Pemilu Indonesia merupakan kegiatan yang unik, satu karena diselenggarakan secara serentak, kedua tahapan pemilihannya tidak bisa mundur, harus sesuai rencana,” tuturnya saat memberikan pengarahan kepada 43 peserta diklat, (26/2).Oleh karena itu, para peserta diklat diharapkan memahami peraturan yang berlaku dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa, terutama dalam proses pemenuhan kebutuhan logistik yang harus dipersiapkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku. (ris/red.)

Populer

Belum ada data.