Berita Terkini

Diskusi Tematik Ketentuan Pidana Pilpres

Jakarta, kpu.go.id- Kemitraan Partnership menggelar diskusi bertajuk  “Ketentuan Pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” bertempat di Ruang Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol No. 29 Jakarta Pusat, Kamis (19/6). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Komisioner KPU RI Ida Budhiati, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Nelson Simanjuntak, Titi Anggraini dari Perludem serta Ramlan Surbakti dari Kemitraan.Melalui diskusi ini, terungkap bahwa di antara permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu, baik  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Pemilu Legislatif (Pileg), maupun Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) ialah kurang selarasnya Undang-Undang (UU) yang mengaturnya. Menurut Titi Anggraini, hal itu disebabkan oleh perbedaan dimensi waktu ketika UU atau peraturan tersebut dibuat.  “Masing-masing UU ini dibuat pada dimensi waktu yang berbeda, sehingga pengaturan atau penegakan hukumnya menjadi tidak konsisten dan tidak selaras satu sama lainnya,” ujar Titi.Ia mencontohkan UU tentang Pemerintah Daerah, yang dibuat pada 2014, pengaturannya masih merujuk pada Pileg dan Pilpres tahun 2004. Bila diperhatikan aturan-aturannya, terutama tentang penegakan hukum, UU itu nyaris serupa dengan UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif. Sementara UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif yang digunakan tahun 2009, pengaturannya tidak jauh berbeda dengan UU yang mengatur tentang Pilpres tahun 2009. “Ketika 2014 dilaksanakan pemilu lagi, peraturan diubah lagi. Ternyata rentang waktu lima tahun itu menjadikan isinya berbeda dan tidak konsisten. Salah satunya tentang batas waktu bagi masyarakat untuk melaporkan pelanggaran pemilu,” kata Titi. Dalam UU nomor 32 tahun 2004, lanjut Titi, masyarakat melaporkan pelanggaran pemilu tujuh hari setelah kejadian, baik pidana maupun administrasi. Dalam UU Nomor 8 tahun 2012, untuk Pileg  kemarin, pengaturannya jadi berbeda. Bukan tujuh hari setelah kejadian tapi dua hari setelah kejadian atau setelah diketahui. “Tapi kemudian pada UU tentang Pilpres, UU nomor 42 tahun 2008 pengaturannya berbeda, soal batas waktu pelaporan pelanggaran. Masyarakat melaporkan pelanggaran tiga hari setelah terjadi. Bisa dibayangkan secara psikologis, masyarkat pada Pileg lalu melaporkan tujuh hari setelah diketahui, sekarang jadi tiga hari setelah kejadian,” jelas Titi.Mengenai hal tersebut, Komisioner KPU RI Ida Budhiarti menjelaskan, jangka waktu pelanggaran yang semakin singkat karena semangatnya ialah sebelum tahapan pemilu selesai, sudah ada kepastian hukum dan keadilan Pemilu yang transparan dan partisipatif. Demi menghindari ketidakpastian hukum dalam penyelenggaran pemilu, Titi menawarkan solusi, yakni dengan membuat kodifikasi UU Pemilu . Hal itu juga disepakati oleh Ida Budhiarti. Menurut Ida, kodifikasi hukum pemilu, diharapkan, tak hanya meringankan tugas penyelenggara pemilu, tapi juga mempunya implikasi yang lebih luas, yakni memberikan kepastian hukum pemilu. “Karena salah satu syarat terwujudnya pemilu yang demokratis adalah kepastian hukum pemilu,” terang Ida.Dalam konteks ketentuan pidana, Titi mengatakan, perlu bagi Bawaslu mengevaluasi keberadaan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu). Di dalam UU Pilpres tidak diatur pelembagaan Sentra Gakkumdu, yang terdiri dari kolaborasi Bawaslu, Kepolisian, dan Jaksa. Tapi dari hasil pantauan Perludem di lapangan, Sentra Gapumdu terjadi disharominisasi antara Bawaslu dengan aparat penegak hukum yang lain. “Ambil contoh, kasus yang kami laporkan ke Bawaslu soal kampanye di luar jadwal di media massa cetak dan elektronik oleh beberapa partai. Karena Sentra Gakkumdu ini sejatinya forum diskusi, maka semuanya sudah sepakat sejak awal. Tapi kasus kemarin itu, Bawaslu menyatakan itu tindak pidana pemilu, dan meneruskan ke Mabes Polri. Namun oleh Mabes Polri dinyatakan itu tidak memenuhi unsur pidana. Jadi, langsung kan itu iklannya membabi buta,” ungkap Titi.Sementara itu, Ramlan Surbakti menggaris bawahi kekurangan UU Pemilu yang berkaitan dengan kekerasan Pemilu. “Yakni suatu tindakan yang mencederai, atau ancaman mencederai orang atau harta benda yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, ancaman penyelenggaraan pemilu itu sendiri yang terjadi pada masa pemilu. Dalam hal ini setidaknya ada empat korban yakni pemilih, penyelenggara, calon, unsur-unsur civil soceity. Selama ini baru dua, pemilih dan peserta pemilu,” papar Ramlan. (bow/red. FOTO KPU/dosenHupmas)

Pemantapan Pilpres 2014

Jakarta, www.kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar pertemuan Trilateral guna membahas pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan kewajiban masing-masing lembaga dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Selasa (17/6), di Hotel Sultan, Jakarta.Pedoman dan pembagian tugas itu diharapkan mampu menghasilkan kesepahaman bersama antar ketiga lembaga tersebut dalam tiap proses dan tahapan pemilu, terutama event yang paling dekat, yaitu Pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik mengatakan, ada tiga poin yang penting dibahas dalam kesempatan ini. Pertama, merujuk kepada pedoman menyangkut tentang rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPS, dimana peraturan KPU ini menyangkut tentang jadwal, program dan tahapan. Dalam peraturan tersebut mengatur bahwa KPU akan tetap melakukan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPS, begitu juga peraturan KPU tentang pemungutan penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara. Dalam hal ini, KPU merujuk kepada Undang-Undang nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, dimana di sana diatur adanya kewajiaban PPS untuk menyelenggarakan rekapitulasi. Landasan ini juga yang dipakai untuk menyelenggarakan Pemilukada setelah Undang-Undang nomor 15 tahun 2011 terbit, padahal Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah 32 Tahun 2004 dan 12 Tahun 2008 itu tidak ada mengatur. Jadi serta merta setelah terbitnya itu maka kemudian rekapitulasi penghitungan suara di PPS untuk pemilukada diadakan.Kemudian, poin yang kedua menyangkut proses persiapan logistik. KPU sudah mulai melakukan proses pengiriman logistik ke daerah. Sedangkan luar negeri jadwalnya sudah satu minggu yang lalu dimulai. “Untuk daerah Ambon sudah sampai, artinya di daerah-daerah timur itu prosesnya sudah mulai sampai. Ini artinya bahwa KPU Kab/Kota sudah mulai bekerja, konsekwensi dari mereka sudah mulai bekerja, yang penting kami sampaikan dalam forum ini adalah apabila status mereka masih dalam problematika, yang bersangkutan apakah diproses DKPP atau tidak proses DKPP, ini akan mempengaruhi kinerja secara langsung,” terang Ketua KPU.Poin ketiga menyangkut kebijakan penerbitan rekomendasi Bawaslu sehubungan dengan proses penghitungan dan pemungutan suara agar berpedoman pada kepastian hukum (kinerja pengawasan harus lebih efektif di tingkat bawah).Anggota Bawaslu Nasrullah mengatakan, terkait rekapitulasi di tingkat nasional perlu diantisipasi menyangkut keabsahannya dan perlu pembenahan di tingkat bawah. Ada persoalan baru yang didesain pihak luar yang menyita waktu panjang. Sehingga seringkali ada perintah penghitungan ulang dan sebagainya, Ia juga mengusulkan KPU dan Bawaslu tidak lagi dibebani dalam hal persoalan tersebut dan perlu ada penguatan di tingkat Provinsi (dalam hal persoalan yang menyangkut di tingkat PPS/PPK maka penyelesaiannya di tingkat tersebut) dan perlu ada parameter dalam merekomendasi di tingkat bawah.Perlu proses koordinasi antar penyelenggara di tingkat bawah (PPS/PPK dan Panwascam) sehingga lebih mudah dalam transparansi.Terkait dengan rekapitulasi memang banyak persoalan (terutama di Papua yang memakai sistem noken) sehingga perlu dilibatkan beberapa lembaga sebagai aspek transparansi.KPU yang lebih memahami secara teknis kondisi di daerah sehingga persoalan tersebut tidak ada masalah karena itu manajemen di tingkat provinsi perlu diperkuat (dalam hal penyelesaian sengketa di tingkat bawah).Pada kesempatan yang sama Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, dalam penyelenggaraan Pileg dan Pilpres berbeda dan persoalannya pun pasti berbeda yang perlu diperhatikan adalah netralitas penyelenggara pemilu dan kepercayaan peserta pemilu sehingga kehati-hatian perlu dijaga oleh penyelenggara pemilu. Perlu melihat kondisi real dan emosi secara keseluruhan di publik/massa dan upaya sungguh-sungguh dari penyelenggara dalam menjaga netralitas. Hal ini menjadi kesempatan bagi penyelenggara untuk menunjukkan netralitas kelembagaan. Perlu dibuat Surat Edaran (SE) bersama terkait dengan penguatan kewenangan di tingkat Provinsi sampai dengan di tingkat bawah (dalam penyelesaian sengketa). (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU-KPK Gelar Persiapan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Capres-Cawapres

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka persiapan pengumuman laporan harta kekayaan Capres dan Cawapres Pemilu 2014, Selasa (17/6) sore. Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai I KPU, Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta Pusat ini dihadiri Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU, Sigit Joyowardono beserta jajarannya. Sementara dari pihak KPK, hadir Fungsional dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Budi Waluya beserta jajarannya.“Yang perlu kita diskusikan di sini adalah mengenai tempat dan waktunya. KPK belum tentukan dimana, karena selama ini memang yang memfasilitasi adalah KPU. Kemudian soal waktu, itu juga harus jelas jam berapa untuk kami beritahukan pada pimpinan KPK. Karena maklumat dari pimpinan kita, bahwa pada saat pengumuman itu ada acara penyampaian gagasan-gagasan dari pimpinan KPK. Selanjutnya, untuk yang mengundang pasangan capres-cawapres itu dari KPU,” jelas Budi Waluya dalam rapat tersebut.Budi menambahkan, pengumuman LHKPN yang akan digelar ini merupakan yang pertama untuk capres dan cawapres. Namun hal tersebut telah diterpakan KPK pada pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada).Sementara itu, Sigit Joyowardono menjelaskan bahwa KPU berencana menggelar pengumuman LHKPN capres dan cawapres ini pada 1 Juli 2014. “Nanti, KPU akan menjadwalkan dan menyusun acara dalam rangka pengumuman hasil laporan harta kekayaan dari masing-masing pasangan capres-cawapres. Yang mengadakan acara nanti otoritasnya KPU. Jamnya jam berapa, nanti akan kita tentukan pastinya. Yang jelas, tanggalnya pada 1 Juli,” terang Sigit Joyowardono.Ia menambahkan, dalam acara tersebut, selain masing-masing pasangan Capres-Cawapres beserta tim kampanyenya, KPU akan mengundang lembaga-lembaga terkait Pemilu, seperti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPK, beberapa Kementrian serta media massa. “Tapi yang terpenting, nanti kita akan memberi waktu kepada masing-masing pasangan capres-cawapres untuk membacakan hasil laporan harta kekayaan mereka yang sudah diaudit, diperiksa dan diklarifikasi oleh KPK,” ungkap Sigit Joyowardono. (bow/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU Klarifikasi Berita Pertemuan Komisioner Hadar Nafis Gumay dengan Tri Medya dan Budi Gunawan

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Senin (16/6) petang, menggelar konferensi pers di Ruang Media Center KPU, guna mengklarifikasi beredarnya berita pertemuan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay dengan politisi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan dan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. Selain itu, jumpa pers ini juga untuk mengklarifikasi kabar bocornya materi pertanyaan debat capres-cawapres pertama melalui pertemuan tersebut. Selain Hadar, hadir dalam konferensi pers ini, Komisoner KPU Arief Budiman, Sigit Pamungkas, dan Ferry Kurnia Rizkiyansah. Melalui jumpa pers ini, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menceritakan detail peristiwa yang terjadi di Satay House Senayan, Menteng, Jakarta, pada Sabtu (7/6) malam itu. Hadar menjelaskankan, tidak ada pertemuan yang direncanakan antara dirinya dengan Trimedya, yang ada hanyalah kebetulan bertemu. Sedangkan dengan Budi Gunawan, ditegaskan Hadar bahwa ia tidak pernah bertemu di Satay House Senayan. Berita yang diketahui pertama kali dimuat oleh asatunews.com pada Selasa (10/6) itu, memuat judul “Pertemuan Gumay, Budi dan Trimedya Terkait Materi Debat Capres?”. Di paragraf awal, berita itu menulis, “pertemuan antara anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay dengan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan dan Ketua DPP PDI Perjuangan yang dipergoki oleh Arif Puyono, Aktivis Serikat Pekerja BUMN, pada Ahad malam (8/6) sekitar pukul 23 WIB di restoran Satay House Senayan Menteng, Jakarta Pusat, dilaporkan memiliki agenda atau tujuan membocorkan materi pertanyaan yang akan diajukan oleh moderator Zaenal Arifin Muchtar pada Debat Capres yang berlangsung Senin (9/6) ,malam pukul 20.00 WIB sampai selesai”.Hadar menerangkan, pada malam itu, ia dan Komisioner KPU lainnya berencana makan malam bersama seusai menghadiri acara Bimtek di Hotel Golden Butik, Kemayoran Jakarta Pusat. “Saat bubar dari sana (Bimtek), kami sesama komisioner berencana makan malam. Tapi kelihatannya, karena sudah malam kemudian kita juga bingung mau makan di  mana. Akhirnya semua jalan, naik mobil sendiri-sendiri. Dan ada kesimpulan ini mau makan atau tidak ini, nggak menjadi jelas. Ada sebagian yang mau pulang ada sebagian mau makan. Nah, waktu di mobil saya mencoba mengontak komisioner lain, lewat grup BBM. ‘Ayo deh kita tetap makan di daerah Menteng.’ Karena kita kan jalannya dari sana ke arah selatan, lewat daerah Menteng. Terus saya telpon Mas Arief. Dia posisinya sudah berada di Arya Duta, sudah dekat daerah Menteng,” papar Hadar.Setelah itu, lanjutnya, Komisioner Arief Budiman via BBM mengurungkan niat untuk makan malam bersama karena ramai dan macet akibat adanya pasar kaget. Arief pun mengabarkan bahwa ingin langsung pulang dan makan malam di rumah masing-masing.Sesampai di daerah Menteng, Hadar teringat restoran Satay House Senayan, Menteng, buka sampai pukul 24.00. Ia memutuskan ke sana. Setiba di tempat, ia langsung masuk ke dalam dan memesan makanan untuk dibawa pulang. Saat itu, suasana di restoran tidak terlalu penuh. Hadar menunggu makanannya sambil duduk di kursi tak jauh dari kasir.“Ketika masuk, memang saya melihat di ujung mata kiri saya, itu kayak Tri Media. Tapi saya tidak mau menemuinya, saya pura-pura tidak melihat. Karena saya memang tidak ingin bertemu mereka.  Jadi saya terus duduk di meja persis depan kasir,” ujar Hadar.Tak lama kemudian, Hadar dihampiri oleh seseorang. Tidak pasti dari sebelah mana orang tersebut muncul. “Saya tidak begitu ingat, dia cerita tentang keluhannya mengikuti Pemilu di Kalimantan Barat. Kemudian dia juga cerita tentang bagaimana proses mengikuti sengketa di MK sekarang. Panjang lebar kanan kiri dia cerita, saya cuma iya-iyain aja. Tidak ada komentar apa-apa. Mungkin itu ada sekitar sepuluh menitan. Begitu selesai cerita, dia kembali dan saya tahu arah duduknya di mana. Dia di sudut yang lain, agak ke dalam, ada beberapa orang, tapi saya tidak bisa melihat siapa saja yang ada di sana,” cerita Hadar.Setelah pesanan makannya siap, Hadar langsung ke kasir dan buru-buru melangkah keluar. “Begitu mau jalan lurus terus, saya dipanggil sama dia (Trimedya). Dia bangun dari kursinya. Di sana ada beberapa orang. Dia mendekat ke saya, saya mendekat ke dia. Jadi kami berdiri saja posisinya. Tidak dekat sekali dengan meja dia. Berdiri saja, sekadar say hello, apa kabar, intinya basa-basi saja. Sudah itu saja. Dia memang bilang, ‘titip ya’. Saya tidak tahu bahasa dia ‘titip ya’ itu apa. Bayangan saya, ‘ya masa bodoh lah, saya bilang oke-oke saja. Saya bilang baik,  ‘titip juga ya supaya Pemilunya beres PDI P dan saya jalan pulang,” jelas Hadar.Waktu mau jalan pulang itu, Hadar berujar untuk jalan duluan. Beberapa orang yang duduk di meja itu melambaikan tangan. “Dan saya pulang. Sudah, kejadiannya seperti itu. Jadi kalau di berita itu dikatakan ada pertemuan saya, Budi, Tri Media, tidak betul. Yang betul, saya tidak sengaja ketemu Tri Media, sama Budi saya tidak ada. Saya juga tidak kenal yang namanya Budi. Cuma ketemu Tri Media, sebentar saja, berdiri hanya ngomong seperti tadi dan saya pulang,” jelas Hadar.Terkait kebocoran soal debat, Sigit Pamungkas menegaskan, hal itu terlalu mengada-ada. Karena pertemuan itu terjadi pada 7 Juni 2014. Sementara finalisasi materi debat diselesaikan oleh moderator pada 9 Juni 2014. “Selain itu, kalau dirunut-runut lagi, Mas Hadar ketika tim kecil pembahasan soal debat juga tidak tuntas mengikuti. Soalnya seperti apa, dia juga tidak tahu. Jadi itu terlalu mengada-ada kalau Mas Hadar disebut membocorkan soal,” ujar Sigit.Atas berita tersebut, KPU secara kelembagaan akan melayangkan somasi kepada Asatunews.com. “Meskipun berita ini menyangkut saya pribadi, tapi efek dari semua ini membuat lembaga ini dipersepsikan macam-macam,” ungkap Hadar.“Kami merasa perlu memberikan somasi. Karena kebohongan-kebohongan yang sudah dituliskan itu menurut kami perlu diklarifikasi. Apakah ini kemudian sampai berlanjut pada langkah melaporkan atas pencemaran nama baik, karena sebagai institusi kami merasa ada yang dicemarkan, itu akan kami pikirkan lebih lanjut kemudian. Menunggu respon terhadap somasi itu seperti apa,” imbuh Komisioner Arief Budiman. (bow/red. FOTO KPU/bow/Hupmas)

Populer

Belum ada data.