Berita Terkini

FGD Nasional Evaluasi Pilkada 2015

Jakarta, kpu.go.id -  Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Evaluasi Penyelenggaraan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 , Kamis (2/6) di Hotel Borobudur Jakarta dengan menghadirkan perwakilan 12 partai politik peserta pemilu, Bawaslu, para pakar dan pegiat Pemilu.Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik mengatakan walaupun evaluasi ini baru dilaksanakan enam bulan setelah pelaksanaan pilkada serentak 2015,  namun ia  berharap acara kali ini dapat dijadikan forum untuk mengumpulkan hasil evaluasi yang telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, terutama  partai politik, NGO (Non Government Organization) dan kementerian/lembaga terkait lainnya.Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay yang memberikan evaluasi terkait tahapan pencalonan memaparkan  5 permasalahan utama dalam proses pencalonan pilkada tahun 2015 lalu. Kesimpulan tersebut didapat dari hasil pelaksanaan FGD Februari lalu ditambah dengan analisa dari laporan FGD evaluasi yang dilaksanakan di 210 daerah penyelenggara pilkada serta hasil dari kuisioer yang disebar di 203 KPUD.Kelima permasalahan pencalonan tersebut adalah pencalonan yang dilakukan oleh mantan narapidana yang bebas bersyarat / menjalani masa percobaan, penundaan tahapan pendaftaran calon, Surat Keputusan pemberhentian dari instansi bagi calon yang berstatus anggota DPR/DPD/DPRD, PNS, TNI/Polri ataupun BUMN/BUMD, partai politik dengan kepengurusan ganda serta standariasi pemeriksaan kesehatan.Terhadap permasalahan calon yang berstatus narapidana dengan bebas bersyarat/menjalani masa percobaan, rekomendasi yang perlu dilakukan KPU adalah melakukan revisi terhadap Peraturan KPU dengan mengatur antara lain bagi calon dengan status terpidana dengan bebas bersyarat/dalam masa percobaan dinyatakan tidak memenuhi syarat; bagi calon terpidana yang bebas murni perlu melengkapi surat keterangan telah menjalani hukuman pidana dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas); mantan narapidana dengan bebas bersyarat perlu melengkapi dengan surat keterangan Balai Pemasyarakatan (Bapas).Terkait permasalahan penundaan tahapan pendaftaran calon yang disebabkan calon yang mendaftar kurang dari dua pasangan calon, rekomendasi yang dikeluarkan ialah menurunkan syarat pencalonan bagi calon dari partai politik ataupun perseorangan. Untuk calon perseorangan, basis jumlah minimal dukungan yang perlu dikumpulkan ialah berasarkan Daftar Pemilih Tetap pemilu sebelumnya, bukan dari jumlah penduduk (berdasarkan putusan MK Nomor 60/PUU-XII/2015) dan menurunkan presentasi dukungan untuk calon dari partai politik menjadi 15% kursi DPRD atau 20% suara sah Parpol.Untuk permasalahan Surat Keputusan Pemberhentian yang perlu dilengkapi oleh calon terdapat dua alternatif rekomendasi yang mengemuka, pertama ialah meniadakan persyaratan surat keputusan atau kedua surat keputusan pemberhentian tidak menjadi syarat pencalonan tetapi menjadi syarat pelantikan calon terpilih.Dalam permasalahan konflik kepengurusan partai politik, KPU diminta untuk memedomani salinan keputusan terakhir tentang penetapan kepengurusan partai politik tingkat pusat dari Kemenkumham yang diperoleh sebelum masa pendaftaran calon.Sedangkan dalam hal standarisasi pemeriksaan kesehatan, KPU diminta menetapkan standar minimum pemeriksaan kesehatan atau meminta Ikatan Dokter Indonesia memberikan standar pemeriksaan kesehatan seperti yang dilakukan pada pemilihan presiden 2014 lalu (ftq/red FOTO KPU/rap/hupmas)

Sigit Pamungkas Berharap Rumah Joglo Pemilu Menjadi Destinasi Wisata

Semarang, kpu.go.id- Anggota KPU RI, Sigit Pamungkas menginginkan agar Rumah Joglo Pemilu dapat menjadi salah satu tujuan wisata demokrasi di Jawa Tengah. Hal itu dikatakannya saat meresmikan pusat pendidikan pemilih di kantor KPU Jawa Tengah, Jl. Veteran, Semarang, Rabu (1/6).“Sebelum datang ke sini (Rumah Joglo Pemilu –red) mereka tidak tertarik untuk memilih, tapi setelah datang ke sini mereka jadi lebih tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu dan ikut memilih. Ke depannya diharapkan Rumah Joglo Pemilu menjadi salah satu destinasi wisata bagi para mahasiswa, akademisi dan wisatawan asing,” kata Sigit Pamungkas.Peresmian Rumah Joglo Pemilu dilakukan pada 1 Juni, bertepatan dengan peringatan hari kelahiran Pancasila. Menurut Sigit, hal itu dilakukan untuk me-refresh tujuan dari pengamalan Pancasila, yang salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.“Salah satu bagian dari mengamalkan Pancasila adalah untuk mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu sangat tepat sekali acara peresmian ini dilaksanakan di hari lahirnya Pancasila, karena diharapkan Rumah Joglo Pemilu ini membantu mencerdaskan bangsa dalam hal demokrasi,” tutur anggota KPU termuda itu.Selain Rumah Joglo Pemilu di Jawa Tengah, pada tahun ini KPU juga meresmikan pusat pendidikan pemilih di beberapa KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dengan nama yang beragam, seperti Rumah Pintar Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan; Rumah Pintar Pemilu Bali di Denpasar, Bali; dan Rumah Demokrasi di Kota Bandar Lampung, Lampung. Beberapa daerah lain segera menyusul. KPU menargetkan tahun ini akan berdiri Rumah Pintar Pemilu di 19 KPU provinsi dan 18 KPU kabupaten/kota di seluruh Indonesia.Selain Sigit Pamungkas, peresmian itu juga disaksikan oleh Sekjen KPU RI, Sekda Jawa Tengah, Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Kapolda dan Danrem Jawa Tengah serta Ketua KPU kabupaten/kota se-Jawa Tengah.Harapan senada diungkapkan Sekda Jawa Tengah, Sri Puryono Karto Soedarmo. Rumah Joglo Pemilu, menurutnya, dapat menjadi sarana untuk mendapatkan ilmu mengenai kepemiluan, terutama bagi pemilih pemula.“Nah dengan RJP (Rumah Joglo Pemilu -red) ini para pemilih pemula bisa mendapatkan ilmu tentang demokrasi secara utuh. Nantinya mereka tidak mudah tergoda dengan bujuk rayu politik uang sehingga pemimpin yang dipilih memang yang terbaik,” tandasnya. (titik/lid. red/dd. FOTO KPU/dok/hupmas)

Peringatan Isra Mi’raj & Tarhib Ramadhan 1437 H KPU RI

Jakarta, kpu.go.id – Memperingati Isra Mi’raj dan menyambut bulan suci Ramadhan 1437 Hijriah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui pengurus masjid Nuruttaqwa KPU menggelar pengajian keagamaan dengan tema hikmah Isra Mi’raj dalam menyambut Ramadhan dan meningkatkan produktivitas kinerja, Selasa (31/5).Ustadz Syahrul Syah yang hadir sebagai pembicara mengisahkan, peristiwa isra mi’raj yang dialami oleh rasulullah Muhammad SAW merupakan hadiah dari Allah SWT ketika nabi terakhir itu ditinggalkan oleh istri dan pamannya, serta penolakan yang acap kali diterimanya saat berdakwah.Karena penolakan secara verbal dan fisik yang kerap dialami oleh ayahnya, Fatimah merasa sedih dan ingin agar rasul meminta kepada Allah SWT agar memberikan balasan atas penolakan-penolakan tersebut.“Nabi angkat dua tangannya, ‘ya Allah mereka tidak tahu kalau aku ini rasulullah, maafkan mereka, sayangi mereka, ampuni mereka’. Nangis Fatimah mendengar doa itu. ‘Indah’ kata Fatimah. Allah terima doa itu. Allah nggak biarkan nabi sedih berkepanjangan, Allah hibur dengan meng-isra mi’raj-kan nabi,” kata Ustadz Syahrul Syah di masjid Nuruttaqwa KPU, Jakarta.Karena niat baik dan keikhlasan itulah, Allah SWT menaikkan (isra) derajat rasulullah Muhammad SAW. untuk itu Ustadz Syahrul Syah mengingatkan, sebagai muslim/muslimah perlu menjalankan tugas dan perannya dengan ikhlas dan mensyukuri nikmat Allah SWT.“Ini kisah, seekor ayam bercakap dengan anjing, dan monyet tentang guna untuk manusia. Ayam bilang ‘walaupun aku hewan, tapi aku bertelur, dagingku bisa dimakan, buluku bermanfaat.’ Alhamdulillah kata ayam. Anjing berkata, ‘aku tidak seberuntung kamu yam, aku najis, haram, tapi gue bisa jaga-in manusia dari penjahat,’ alhamdulillah kata anjing. Lalu monyet bilang, ‘mending kamu, aku pesek, hitam, jelek lagi, tapi aku bisa menghibur manusia, alhamdulillah.’ Mereka bersyukur, kemudian mereka bilang, ‘lebih baik jadi hewan tapi bersyukur, daripada manusia, agamanya Islam, tapi tidak bersyukur dengan sholat, berarti yang tidak sholat lebih rendah daripada kita,” tutur Ustadz Syahrul Syah.Menjelang bulan Ramadhan, Ustadz Syahrul Syah juga mengingatkan peserta untuk meminta maaf kepada orang tua, istri meminta maaf kepada suami dan suami meminta maaf kepada istri, dan meminta maaf kepada teman dan kolega yang sering kita jumpai.“Karena nabi suatu saat pernah mengamini tiga doa Jibril, pertama, jangan diterima puasa Ramadhan nya seorang istri yang belum meminta maaf kepada suami dan sebaliknya, kedua jangan diterima puasa Ramadhan nya seorang anak yang belum meminta maaf kepada orang tuanya, dan terakhir jangan diterima puasa Ramadhan nya teman yang belum meminta maaf kepada teman lainnya,” kata Ustadz Syahrul Syah. (rap/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Tingkatkan Partisipasi Masyarakat Jelang Pilkada, Jepara Gelar Lomba Kreatif

Jepara, kpu.go.id- Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Jepara pada 2017 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jepara, Minggu (29/5) menggelar berbagai lomba kreatif. Ini menandai dimulainya seluruh proses tahapan penyelenggaraan Pilkada.Lomba yang menjaring pelibatan warga secara langsung itu dipusatkan di alun-alun Jepara. Berbagai lomba kreatif seperti jalan sehat, mural, maskot, jingle dan logo, meramaikan suasana alun-alun yang biasa digunakan oleh warga untuk berolah raga setiap Minggu pagi.Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik dan Komisioner Ida Budhiati, berkesempatan mengikuti jalan sehat dan memberikan piala serta hadiah kepada para pemenang lomba.Husni menilai, gelaran berbagai lomba kreatif itu sangat baik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah di Jepara nanti."Upaya melibatkan warga dengan berbagai lomba kreatif seperti ini sangat baik untuk meningkatkan partisipasi. Pilkada harus bisa memberikan hiburan bagi masyarakat, sehingga penyelenggaraannya dirasakan sebagai bagian dari aktivitas warga," kata Husni dalam sambutannya.Ketua KPU periode 2012-2017 itu juga menyoroti kinerja penyelenggara Pilkada. Ia meminta agar KPU Jepara mampu menjaga integritasnya sepanjang proses Pilkada."Saya lihat banyak slogan yang telah dibuat KPU Jepara. Tapi yang paling penting adalah KPU nya harus terus menerus menjaga integritas. Kalau Pilkadanya mau berkualitas, KPU nya juga harus berintegritas. Masyarakat harus mengawal ini. Jangan ragu untuk menagih janji integritas KPU," lanjut Husni.Sebagai informasi, Pilkada Jepara pada 2017 akan diikuti sekitar 900 ribu pemilih. Pemkab Jepara, beberapa waktu lalu, melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) telah mengucurkan dana sebesar 25 milyar. (dd/red. FOTO KPU/dd/US/Hupmas)

Demokrasi Itu Bermula dari Minahasa

Manado, kpu, go, id—Ketua KPU RI Husni Kamil Manik mengatakan Provinsi Sulawesi Utara merupakan bagian penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Embrio pemilihan umum pertama di Indonesia bermula dari Minahasa pada tahun 1951 untuk memilih 25 anggota DPRD.“Pemilu di DPRD Minahasa merupakan uji coba sebelum pelaksanaan pemilu nasional tahun 1955,” ujar Husni saat menyampaikan kuliah umum di hadapan mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Universitas Sam Ratulangi, Manado, Kamis lalu (27/5). Dalam kuliah umum tersebut, Husni banyak mengupas tentang sejarah pemilu dan posisi KPU dalam kontek kekuasaan yang semakin dinamis dan berkembang.Husni menerangkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konstitusi Negara yang dirumuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tidak memuat tentang pengaturan penyelenggaraan pemilihan umum. “Diskusi pemilu dikesampingkan oleh para pendiri bangsa,” ujar Husni. Tetapi bukan berarti para pendiri bangsa tidak menginginkan adanya pemilu sebagai sarana sirkulasi kekuasaan. Mereka mengesampingkan pembahasan pemilu karena mereka ingin UUD 1945 itu memuat hal-hal yang sangat pokok saja. Besarnya perhatian para pendiri republik terhadap pentingnya pemilu sebagai mekanisme pengisian kekuasaan tercermin dari terbitnya Maklumat Nomor X Tahun 1945 tertanggal 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta sebagai dasar pendirian partai politik dan penyelenggaraan pemilu. Terbitnya maklumat tersebut hanya selang 3 bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. “Pemilu 1955 yang digelar 10 tahun setelah Indonesia merdeka dipandang oleh berbagai pihak sebagai pemilu paling demokratis. Masyarakat Indonesia memilih pemimpin dengan cara yang berbeda dengan budayanya, “ ujar Husni. Merujuk pada sejarah, sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia, wilayah Indonesia telah terbagi ke dalam kerajaan-kerajaan. “Hanya mereka-mereka yang berdarah bangsawan atau mengklaim dirinya sebagai darah bangsawan yang dapat menjadi pemimpin saat itu,” ujar Husni.Penyelenggaraan pemilu 1955, membalikkan budaya pengisian kekuasaan dan kepemimpinan yang telah berlangsung selama berabad-abad di Nusantara. Hal ini sesuai dengan pilihan para pendiri bangsa tentang bentuk Negara. “Mereka memilih republik dan bentuk Negara ini menganut asas-asas demokratis. Setiap orang adalah pemilik mandat dan berdaulat,” ujarnya. Pemilu merupakan mekanisme pengisian kekuasaan yang paling beradab. Semua memiliki posisi yang sama di depan hukum dan politik. Setiap orang berhak memilih dan dipilih untuk mengisi kursi kekuasaan. Quadro PolitikaPemilu 1955 dan pemilu orde baru, outputnya hanya lembaga perwakilan. Begitu juga pemilu pertama di era reformasi tahun 1999. Sementara cabang kekuasaan Negara yang harus di isi ada tiga, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pada pemilu 2004, lingkup pemilu makin luas. Kekuasaan eksekutif nasional yaitu Presiden dan Wakil Presiden, pengisiannya dilakukan melalui pemilu. Demokrasi di aras lokal pun bersemi sejak tahun 2005, di mana kekuasaan eksekutif lokal seperti gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota juga dipilih secara langsung oleh rakyat. “Di luar negeri ada juga cabang kekuasaan yudikatif yang dipilih melalui pemilu,” ujarnya.  Teori dan praktik penyelenggaraan pemilu yang terus berubah untuk pengisian tiga cabang kekuasaan itu, kata Husni telah mendorong munculnya cabang kekuasaan baru, yaitu penyelenggara pemilu. “Kalau dulu istilahnya Trias Politika, sekarang muncul istilah baru quadro politika,” ujar Husni. Di luar pembuat undang-undang, pelaksana undang-undang dan lembaga peradilan, terdapat lembaga yang melakukan rekrutmen terhadap berbagai cabang kekuasaan tersebut, yakni Komisi Pemilihan Umum. Kekuasan badan penyelenggara pemilu di sejumlah Negara di dunia sangat kuat. Di Ekuador, penyelenggara pemilu itu sudah ditegaskan sebagai cabang kekuasaan baru. Sementara di India, selama penyelenggaraan pemilu, sipil dan militer berada di bawah kekuasaan penyelenggara pemilu. “Jadi incumbent yang sedang berkompetisi tidak bisa berbuat curang,” ujarnya. Begitu juga di Pakistan, jika pemilu gagal dilaksanakan, maka yang berwenang menunjuk pelaksana tugas Presiden adalah penyelenggara pemilu. Quadro politika, kata Husni, secara praktik sudah terjadi di berbagai Negara di dunia, tetapi secara teoritik belum memadai. Di Indonesia, posisi KPU sebagai bagian dari quadro politika masih abu-abu. Pemerintah dan DPR tidak menyebut KPU sebagai lembaga Negara, meskipun secara praktik posisi KPU sangat kuat. Sejak amandemen UUD 1945 dan penyelenggaraan pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, SK Presiden tidak lagi ditandatangani oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebab posisi MPR bukan lagi lembaga tertinggi Negara. Kini SK Presiden terpilih ditandatangani oleh Ketua KPU. “Semua pejabat Negara, SK nya ditandatangani oleh Presiden, sementara Presiden, SK-nya ditandatangani ketua KPU. Jadi secara praktik posisi KPU itu sudah kuat,” ujar Husni. (gd)

Nasib Calon Berstatus Bebas Bersyarat Tergantung Lapas

Manado, kpu, go, id—Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan polemik tentang status bebas bersyarat dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala tahun 2017 tidak akan terjadi lagi. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak perlu memeras otak untuk menginterpretasikan defenisi dan makna status bebas bersyarat. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota cukup merujuk surat keterangan yang diterbitkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). “Isu bakal pasangan calon yang berstatus bebas bersyarat telah kami koordinasikan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Verifikasinya akan lebih mudah. Rujukan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota cukup surat keterangan yang diterbitkan Lapas,” kata Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Ida Budhiati dalam acara rapat pimpinan nasional KPU se Indonesia dalam rangka persiapan pemilihan serentak tahun 2017. Ida Budhianti membeberkan pengalaman KPU dalam verifikasi bakal pasangan calon yang berstatas bebas bersyarat pada pilkada serentak 2015. Kata Ida, penjelasan dari setiap instansi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  (Kemenkumham) tentang status bersyarat seseorang berbeda satu dengan yang lain. “Keterangan Bapas, Lapas dan dirjen pemasyarakatan berbeda-beda. Setelah kita koordinasi, maka keterangan seseorang itu sudah selesai menjalani hukuman atau belum itu adalah kewenangan Lapas,” ujarnya. KPU RI terus memperkuat regulasi penyelenggaraan pilkada, termasuk mekanisme pencalonan sembari menunggu revisi Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 jo Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015. KPU menyadari tahapan pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat krusial dan menjadi salah satu potensi sumber sengketa yang dapat berlarut-larut. Kasus Kota Pematang Siantar di Sumatera Utara adalah satu contoh berlarut-larutnya sengketa penetapan pasangan calon sehingga pilkada yang seharusnya digelar tahun 2015, hingga sekarang masih tertunda. Syarat Dukungan Paslon Di luar itu, KPU RI juga memberikan resep tentang tata cara penghitungan syarat dukungan untuk pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah yang memiliki kursi DPRD di luar unsur partai politik seperti DPRP Papua Barat. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadi kesalahan dalam mekanisme penghitungan jumlah persyaratan pengajuan bakal pasangan calon yang dapat berujung menjadi sumber konflik dan sengketa tata usaha Negara pencalonan. “Cara menghitung persentase dukungan tidak hanya kursi hasil pemilu DPRD tahun 2014, tapi plus kursi yang diangkat,” jelas Ida Budhiati. Provinsi Papua Barat sebagai salah satu daerah otonomi khusus yang akan menggelar pilkada memiliki 56 kursi di DPRP. Sebanyak 45 kursi dari unsur partai politik yang dipilih pada pemilu 2014, sementara 11 kursi lainnya berasal dari unsur yang diangkat tanpa melalui proses pemilu. Berdasarkan keterangan Ketua KPU Papua Barat Amus Atkana, anggota DPRP dari unsur di luar parpol tidak melebur ke dalam fraksi-fraksi yang ada di DPRP, tetapi mereka membentuk fraksi sendiri. Amus berpandangan kekhususan Papua Barat hanya terletak pada keharusan calon gubernur adalah orang Papua Barat asli, yakni dari rumpun Melanesia. Pengecekan status keaslian itu dilakukan oleh Majelis Rakyat Papua (MPR). “Ketentuan dalam Undang Undang Pilkada untuk menghitung dukungan itu kan 20 persen kursi atau 20 persen suara. Kalau 11 kursi itu mau dikonversi ke suara, ini akan sulit menghitungnya,” kata Amus. Ida Budhiati menegaskan perhitungan jumlah kursi untuk syarat pengajuan calon tidak boleh berdasarkan pada jumlah kursi yang dipilih saja. Hal itu sesuai dengan ketentuan Undang Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 jo Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD. “Jadi tidak boleh ada pembedaan antara kursi yang dipilih dengan kursi yang diangkat,” tegasnya. Ida juga meminta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota benar-benar mencermati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XII/2015 yang mengoreksi basis data yang menjadi dasar penghitungan jumlah dukungan minimal calon perseorangan dari jumlah penduduk menjadi jumlah pemilih. Kecuali untuk Provinsi Aceh, dasar penghitungan jumlah dukungan minimal calon perseorangan tetap mengacu kepada jumlah penduduk sesuai ketentuan undang-undang otonomi khusus. Terkait adanya pemekaran sejumlah wilayah di tingkat kabupaten/kota maupun kecamatan otomatis akan memengaruhi persebaran dukungan calon perseorangan. Sebaran minimal lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan lebih dari 50 persen jumlah kecamatan/distrik untuk pemilihan bupati/wali kota, akan mengalami perubahan. Untuk itu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib mengecek legal formal pemekaran wilayah tersebut. “Pastikan wilayah pemekaran sudah terbit legal formalnya dan cek kode wilayahnya by dokumen, apakah sudah muncul atau belum,” ujar Ida Budhiati. Pemekaran wilayah yang sudah jelas legal formalnya dan pemerintah telah menerbitkan kode wilayahnya wajib menjadi acuan bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menetapkan persebaran dukungan minimal calon perseorangan. (gd/red FOTO KPU/ftq/Hupmas)

Populer

Belum ada data.