Berita Terkini

Rakornas Evaluasi Pemilu 2014 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilukada 2015

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Rapat Koordinasi Nasional Review Pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Review Pelaksanaan Anggaran Tahapan Pemilu 2014 dan Koordinasi Persiapan Penyusunan Anggaran, Program dan Tahapan Pemilukada 2015, di Hotel Novotel, Jakarta Utara. Kegiatan tersebut direncanakan berlangsung tiga hari, yakni Selasa-Kamis (16-18/9). Pembukaan acara yang diikuti oleh ketua dan sekretaris KPU dari tujuh provinsi dan 240 KPU kabupaten/kota ini dihadiri Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Juri Ardiantoro dan Arief Budiman. Hadir pula Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU RI Sigit Joyowardono dan Kepala Bira Perencanaan, Data, dan Informasi Lucky Firnandy Majanto.“Kegiatan (dalam) rapat koordinasi ini, ada dua agenda yang kita rencanakan. Pertama, terkait evaluasi pelaksanaan anggaran. Tentunya anggaran Pemilu 2014 kemarin, termasuk nanti penyusunan rencana anggaran untuk tahun 2015. Kedua, berkaitan dengan kesiapan kita (KPU), yang sebentar lagi sudah masuk dalam tataran tahapan penyelenggaraan pemilu kepala daerah (pemilukada),” papar Sigit Joyowardono, sesaat sebelum Ketua KPU RI Husni Kamil Manik membuka acara.Sementara itu, Ketua KPU RI, dalam sambutannya, menyinggung soal diskusi yang cukup alot tentang  RUU Pemilukada, yang melibatkan dua kelompok besar selaku pemangku kepentingan pembuat undang-undang. “Diskusi yang menarik akhir-akhir ini adalah cara memilih kepala daerah, baik di tingkat provinsi mapun kabupaten/kota. Ada kelompok yang menginginkan pemilukada dilakukan secara langsung, sebagaimana telah dipraktikkan dalam kurun waktu 10 tahun terahir. Ada juga kelompok yang menginginkan pemilukada dipilih secara tidak langsung, melalui representasi DPR, baik di provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Husni.Menyikapi diskusi tersebut, Husni mengatakan bahwa dalam rapat pleno yang terakhir, KPU menyatakan berada dalam pihak yang belum berpendapat. “Adapaun masing-masing personel, jika ingin mengikuti diskusi silakan, tapi tidak mewakili kelembagaan,” tegasnya.Sikap ini diambil karena KPU menginginkan tidak terlibat dalam soal politik praktis. Husni juga mengatakan, apa yang menjadi diskusi itu bukan soal benar dan salah, tetapi tentang manakah sistem yang paling tepat diterapkan di negara yang sedang berkembang dan tengah dalam proses penguatan demokrasi.“Namun demikian, adalah tugas dan kewajiban kita (KPU) berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mapun UU Nomor 15 tahun 2011, sampai hari ini masih berlaku. Kita merujuk bahwa penyelenggaraan Pemilukada adalah dilakukan secara langsung,” jelas Husni.Oleh karena itu, lanjutnya, pertemuan ini tetep diselenggarakan di tengah perdebatan itu. Apapun yang menjadi keputusan pembuat undang-undang akan kita laksanakan. “Dalam konteks pemilukada secara langsung, kita telah memiliki pengalaman dua kali periode, tahun 2005-2008 atau bahkan ada sebagian 2009. Begitu juga periode 2010-2014. Hal ini menjadi pengalaman kelembagaan kita. Pengalaman ini juga menjadi pengalaman negara kita, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat, yang menghargai prinsip one man one vote. Tidak semua negara menerapkan pemilihan secara langsung. Kita sampai hari ini, telah menerapkan one man one vote dalam dua kali pemilukada dan tiga kali pemilu presiden dan wakil presiden. Dan kita negara terbesar di dunia yang menerapkan prinsip itu, ” papar Ketua KPU.Dari pengalaman tersebut, lanjutnya, ada beberapa hal yang menjadi catatan kritis dan penting didiskusikan dalam forum ini. Pertama, masalah penganggaran, yang mana seringkali KPU dihadapkan pada posisi untuk dapat bernegosiasi dengan pemerintah daerah. Dalam hal ini Husni berpesan agar KPU menjaga integritas. “Tidak menerima tekanan-tekanan yang menyababkan saudara-saudara dalam posisi yang memihak kepentingan pemerintah daerah,” ujar Husnni.“Dalam hal negosiasi atau berkoordinasi dengan pemerintah daerah posisi anda harus setara. Bukan berarti penting disebut-sebut, tapi dalam arti tidak boleh diintervensi, termasuk dalam masalah anggaran. Jika ada kepala daerah yang begitu, bagi KPU Kabupaten/Kota laporkan kepada KPU Provinsi, kalau KPU Provinsi tidak mampu, KPU Provinsi boleh melaporkan ke KPU RI,” lanjutnya.Kemudian, Husni menerangkan beberapa hal yang kerap menjadi masalah dalam pemilikada. Seperti dalam proses pencalonan, dukungan partai politik atau gabungan partai politik, hingga persoalan dalam hal pemungutan dan penghitungan suara. “Masalah yang juga sering muncul KPU Kab/kota sering dituduh memihak. Pengalaman pada Pemilu 2014 kemarin, walaupun ada beberapa pihak yang tidak puas, tapi penilaian publik, baik nasional maupun internasional, kita mampu menerapkan transparansi. Kalau kemarin pada Pilpres 2014 kita mampu mengirim 98% dalam tujuh hari secara nasional, ini akan kita terapkan agar bagaimana formulir C1, yang ada di TPS itu pada pemilukada, dalam satu atau dua hari bisa tuntas 100% terkirim pada data base,” kata Husni. Ia juga mengingatkan agar proses rekapitulasi yang akan dilakukan secara berjenjang harus terbuka dan jika ada masalah harus dicatatkan dalam berita acara. Sehingga bila ada proses lebih lanjut, ada dokumen jelas yang bisa dipertanggungjawabkan. "Hal-hal lain yang menjadi problem dalam pemilukada yang tercatat nanti akan kita diskusikan secara lebih spesifik lagi. Tapi hal-hal pokok yang menjadi problem berulang harus kita cermati bersama-sama agar tidak terjadi lagi dalam Pemilukada 2015 ini,” pungkas Husni. (bow/red. FOTO KPU/Ook/Hupamas)

KPU Minta Mendagri Beri Data Penduduk Berhak Memilih

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta Menteri Dalam Negeri menyerahkan data terbaru terkait data penduduk yang telah memiliki hak memilih pasca Pemilu 2014 lalu secara reguler. Hal tersebut untuk memutakhirkan data base Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) milik KPU RI."Kami juga meminta pada Mendagri, (menyampaikan) data terbaru penambahan jumlah penduduk yang berhak memilih secara reguler. Jadi data di Sidalih juga termutakhirkan, baik jumlah dan kualitasnya," ujar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, dalam Rapat Koordinasi Nasional Review Pelaksanaan Anggaran Tahapan Pemilu 2014 dan Koordinasi Persiapan Penyusunan Anggaran, Program dan Tahapan Pemilukada 2015 di Hotel Novotel, Jakarta Utara, Selasa (16/9).Selain itu, untuk kepentingan pemutakhiran data pemilih, dia juga meminta KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota agar merekrut anggota panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) yang berkualitas dan berintegritas. Menurut dia, kualitas pemilu juga dipengaruhi oleh petugas pantarlih.Husni menyinyalir ada beberapa petugas pantarlih yang tidak bekerja. Adapun petugas pantarlih yang bekerja, tidak menjalanka tugasnya dengan benar. "Ada (nama pemilih) yang dimasukkan, ada yang tidak dimasukkan, karena dia punya sentimen tertentu, tergantung kepentingan dia atau permintaan terhadap dia," lanjutnya.KPU RI menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Review Pelaksanaan Anggaran Tahapan Pemilu 2014 dan Koordinasi Persiapan Penyusunan Anggaran, Program dan Tahapan Pemilukada 2015 di Hotel Novotel, Jakarta Utara, Selasa (16/9/2014). Rapat diikuti ketua dan sekretaris tujuh provinsi dan 240 KPU kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pemilukada 2015 mendatang. (dey/red. FOTO KPU/Ook/Hupmas)

KPU Usulkan Data Pemilih Pemilukada dari Sidalih Pemilu

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar pemutakhiran data pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) tidak lagi berdasarkan data pemerintah daerah (pemda). KPU RI mengusulkan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data dari Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) yang dimiliki KPU RI sejak penyelenggaraan Pemilu 2014 lalu."Kami (KPU RI) secara lisan, baik kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) maupun DPR, agar dalam draft Undang-Undang Pemilukada, sumber data pemilih dialihkan dari pemda ke KPU melalui data base yang sudah kita bangun itu melalui Sidalih," ujar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dalam Rapat Koordinasi Nasional Review Pelaksanaan Anggaran Tahapan Pemilu 2014 dan Koordinasi Persiapan Penyusunan Anggaran, Program dan Tahapan Pemilukada 2015 di Hotel Novotel, Jakarta Utara, Selasa (16/9).Husni mengatakan, hal itu mengingat sering kali, data KPU RI dalam Sidalih lebih lengkap dan mutakhir, baik secara kuantitas maupun secara kualitas dibandingkan data milik pemda. Dia menuturkan berdasarkan informasi yang diterima pihaknya dari KPU di daerah, saat KPU meminta data dari dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) pemerintah setempat, ternyata data tersebut tidak lebih lengkap dibandingkan data KPU. "Ini malah pekerjaan di daerah harus bertambah," kata mantan Komisioner KPU Sumatera Barat itu.Ia mengatakan, data pemilih dari KPU daerah tersebut kemudian akan digunakan untuk memutakhirkan data dalam Sidalih. Pada pemilukada berikutnya, tambahnya,  KPU daerah dapat kembali mengambil data. Dengan demikian data pemilih dapat terus termutakhirkan secara reguler.Untuk diketahui, pemerintah dan DPR tengah membahas Rancangan UU (RUU) Pemilukada. Direncanakan, RUU itu akan disahkan pada rapat paripurna DPR 25 September 2014 mendatang. (dey/red. FOTO KPU/Ook/Hupmas)

KPU Masih Bahas Pelantikan 10 Caleg DPR Terpilih

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih membahas pelantikan sepuluh calon anggota legislatif (caleg) DPR terpilih pada 1 Oktober 2014 mendatang. Pembahasan itu masih dilakukan karena ada temuan dan masukan masyarakat bahwa 10 nama tersebut masih tersangkut kasus hukum atau persoalan internal partai pengusungnya. "Ada 10 nama yang masih dalam proses konfirmasi, apakah mereka memenuhi syarat untuk dilantik. Ada laporan dari masyarakat, ada juga yang temuan kami, sehingga KPU harus mendalami dan mengklarifikasi lagi," ujar Komisioner KPU Arief Budiman, di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (15/9).Arief mengatakan, masalah masing-masing caleg tersebut berbeda. Ada caleg yang berstatus tersangka kasus korupsi. Selain itu, ada caleg yang dipecat oleh partai politik pengusungnya.  Lalu caleg yang mengundurkan diri sehingga harus menunggu surat pernyataan penggantian dari partai. Khusus masalah hukum, lanjut Arief, KPU telah melakukan dialog dengan Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU juga masih menunggu penjelasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Caleg terpilih yang akan dilantik pada 1 Oktober nanti berjumlah 692 orang. Terdiri dari 560 caleg DPR, dan 132 caleg DPD. Mengingat masih ada sepuluh nama caleg yang masih dibahas, KPU baru mengirimkan 682 nama yang dipastikan pelantikannya kepada Sekretariat Negara (Setneg). Selanjutnya, Setneg akan mengurus penerbitan Keputusan Presiden untuk pelantikan.Arief menuturkan, KPU memastikan paling lambat tanggal 27 September nasib sepuluh caleg terpilih tersebut sudah dipastikan status pelantikannya. "Yang penting tiga hari sebelum pelantikan sudah final semuanya. Tidak ada catatan lagi," ungkap Arief.Sebelumnya, beberapa caleg DPR terpilih periode 2014-2019 tersangkut masalah hukum. Misalnya, bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.Selain itu, ada pula caleg terpilih yang sudah dipecat oleh parpol pengusungnya. Seperti Nusron Wahid dan Agus Kumiwang Kartasasmita dari Partai Golkar. (dey/red. FOTO KPU/Hupmas)

KPU Gelar Bimtek Pengendalian Gratifikasi

Jakarta, kpu.go.id- Untuk mendukung penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (15/9), menggelar bimbingan teknis (Bintek) Penyusunan Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan KPU, yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta, 15–17 September 2014.Hadir pada bimtek tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU Arif Rahman Hakim, Inspektur Adiwijaya Bakti, Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Edi Suryanto, serta pejabat dan staf di lingkungan Sekretariat Jenderal (Setjen) KPU.Menurut Husni Kamil Manik dalam sambutannya, KPU sebagai salah satu penyelenggara pemilu berkewajiban bersikap netral dengan tidak memihak kepada partai politik tertentu atau peserta pemilu. “Perlakukan secara adil setiap peserta pemilu serta menolak segala sesuatu baik berbentuk uang, barang dan fasilitas lain. Serta menghindari intervensi pihak lain dengan tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta pemilu,” ungkapnya.Gratifikasi merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pemberian dalam arti luas, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.“Untuk itulah perlu mengantisipasi atau meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dalam penyelenggaraan negara di lingkungan KPU, maka perlu pemahaman yang sama dalam Bimtek penyusunan pengendalian gratifikasi di lingkungan KPU ini,” papar Husni.Husni juga berharap, Bimtek ini dapat mewujudkan KPU sebagai lembaga negara yang transparan. “Demi terwujudnya Prinsip Transparansi, Akuntabilitas, dan Responsibilitas di lingkungan KPU,” pungkasnya. (ook/red. Foto KPU/ook/Hupmas)

KPU Siapkan Unit Anti-Gratifikasi

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menyusun peraturan KPU (PKPU) tentang unit anti-gratifikasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Unit tersebut untuk mencegah dan menindaklanjuti upaya pemberian gratifikasi terhadap pejabat dan pegawai di lingkungan KPU."Kami berkoordinasi dengan KPK untuk (membentuk) unit anti-gratifikais. Kalau ada kejadian gratifikasi di sini (lingkungan KPU), bisa langsung diselesaikan di sini, oleh unit itu," ujar Komisioner KPU Arief Budiman di ruangannya, di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2014).Ia mengatakan, KPU perlu membentuk unit anti-gratifikasi itu, mengingat beberapa kementerian/lembaga negara lain sudah memiliki unit yang sama. Adapun, pembentukan unit akan dilakukan setelah PKPU terkait disahkan.Arief menjelaskan, unit itu akan diisi oleh pegawai KPU. "Jadi bukan pos baru. Unit dibentuk dari orang-orang yang sudah ada," kata mantan Komisioner KPU Jawa Timur itu.Mekanisme kerja unit itu, kata dia, berdasarkan laporan dari pihak yang menerima dugaan gratifikasi. Unit akan menindaklanjuti laporan. "Unit itu akan menilai apakah sebuah pemberian termasuk gratifikasi atau tidak. Kalau termasuk gratifikasi, akan ditindaklanjuti, baik si pemberi maupun penerima," kata Arief. (dey/red. FOTO KPU/Hupmas)

Populer

Belum ada data.