Berita Terkini

Generasi Muda Kritis Kenali Calon

Jakarta, kpu.go.id - Pemilu 2019 tinggal menghitung hari, penting bagi para pemilih pemula untuk meningkatkan pengetahuannya mengenali calon-calon yang akan mengisi jabatan di legislatif maupun eksekutif. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sendiri telah menyediakan sarana bagi masyarakat mengetahui calon-calon tersebut melalui situs resmi KPU, yang dapat dipantau secara daring oleh masyarakat. “Silakan di klik info pemilu, kami sediakan data disana agar masyarakat tahu,” ujar Anggota KPU RI Hasyim Asy’ari saat menerima kunjungan puluhan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, di Media Center KPU, Jakarta, Kamis (21/3/2019). Sebelumnya, mengawali paparan, Hasyim yang juga dosen hukum tata negara Universitas Diponegoro Semarang menjelaskan kembali lima ranah kajian dari hukum tata negara, yakni kelembagaan negara, wewenang masing-masing lembaga negara, hubungan lembaga negara, pengisian jabatan kenegaraan dan hubungan negara dengan rakyatnya. Menurut Hasyim, pemilu sendiri masuk dalam ranah keempat dari hukum tata negara yakni pengisian jabatan kenegaraan, yang di Indonesia dilakukan melalui pemilihan legislatif dan eksekutif. Meski begitu, di Indonesia menurut Hasyim juga terdapat keunikan dimana pengisian jabatan ini terkadang menyesuaikan dengan adanya otonomi khusus disejumlah daerah. Didaerah dengan otonomi khusus seperti Aceh, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Papua, pengisian jabatan dilakukan dengan menyertakan sejumlah syarat. “Seperti di Aceh harus bisa ngaji, di DKI pemenang ditentukan 50+1, Yogyakarta gubernur sudah ditentukan, dan di Papua kepala daerah (ditingkat provinsi) harus orang asli,” jelas Hasyim. Sementara itu Dekan Fakultas Syariah Imam Mahdi menyampaikan terimakasih atas sambutan dari KPU RI kepada rombongan mahasiswanya. Tujuan dari kunjungan ini sendiri menurut dia sebagai penajaman atas ilmu ketatanegaraan yang telah disampaikan dikampus. “Selain juga bentuk komitmen kami dalam menyukseskan pemilu,” tutup Imam. (hupmas kpu ri dianR/foto: james/ed diR)

Gelar Simulasi, KPU Terus Sempurnakan Situng

Jakarta, kpu.go.id - Indonesia mencatat sejarah baru dengan mengabungkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilihan Legislatif 2019. Butuh persiapan matang menghadapi dua hajatan besar ini, dan salah satu yang terus diperkuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga saat ini adalah Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) berbasis daring (online). Penguatan dilakukan dengan menggelar simulasi bersama 34 KPU provinsi. Situng pun terus diuji coba sehingga penyempurnaan dapat segera didapatkan. “Situng sebelumnya kan pemilunya tidak serentak sehingga jumlah suaranya juga berbeda. Nah sekarang bagaimana kalau serentak, ini challenge bagi kita, bagaimana persoalan yang lalu seperti sistem lemot (lambat) kita perbaiki sehingga pada hari H tidak akan terjadi hal serupa,” ungkap Komisioner KPU, Ilham Saputra, di Operation Room, Kantor KPU, Jakarta, Rabu (20/3/2019). Selain melalui ujicoba ini, Ilham memastikan sistem keamanan Situng juga sudah ditingkatkan, ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi serangan peretas (hacker). Terlepas dari itu, masyarakat tidak perlu khawatir dengan akurasi hasil penghitungan suara. Sebab, Situng bukanlah sistem utama yang digunakan KPU dalam menghitung hasil pemilu. Situng hanya digunakan sebagai media penyampaian informasi penghitungan suara kepada masyarakat, dimana melalui Situng masyarakat juga dapat melihat scan C1 di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Situng ini bagian dari transparansi kami kepada masyarakat bahwa C1 ini kita scan dan kita simpan ke sistem server kita tapi ini bukan hasil resmi, hasil resmi menurut peraturan undang-undang dia tetap gunakan rekapitulasi manual dari TPS dibawa ke kecamataan dihitung per TPS berapa, kemudian ke Kabupeten/Kota, kemudian ke Provinsi dan dibawa ke KPU RI, nah tentu hasil itu yang kita gunakan," jelas mantan Komisioner KIP Aceh itu. (hupmas kpu bil/foto:dosen/ed diR)

Mendekati Pemilu Tingkatkan Soliditas

Jakarta, kpu.go.id - Satu bulan jelang hari pemungutan suara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI masih melakukan aktivitas pelantikan bagi anggota ditingkat kabupaten/kota. Selasa (19/3/2019) malam, sebanyak 110 anggota KPU dari 22 kab/kota di 4 provinsi menjalani proses pelantikan yang dilaksanakan di Lantai 2 Gedung KPU, Jakarta.    Hadir memimpin jalannya pelantikan Ketua KPU RI Arief Budiman yang dalam sambutannya meminta kepada jajarannya yang baru dilantik untuk menjaga integritas, soliditas dan transparan dalam setiap pekerjaan. "Amanah yang diberikan harus dijalankan dengan baik," kata Arief.    Arief juga mengingatkan makin sedikitnya waktu persiapan pemilu, oleh karena itu kepada jajaran yang baru dilantik untuk segera beradaptasi dengan tugas dan kerja kepemiluan yang ada didaerahnya masing-masing. "Pemilu telah berjalan dan masuk krusial, anda tidak ada waktu lagi untuk belajar, harus langsung kerja, solid berlima, karena KPU itu karakternya unik setiap keputusan harus pleno dan terpenuhi kuorumnya," tuturnya.    Arief juga meminta kepada mereka yang baru dilantik untuk membuktikan diri, mengeluarkan seluruh potensi diri yang dimilikinya untuk menyukseskan setiap tugas dan tahapan. "Memilih anda bukan hal mudah, pasti tahu prosesnya sangat rumit pelik. Jadi anda harus tunjukkan pada kami dapat bekerja profesional," tutup Arief.    Untuk diketahui ke-110 anggota kab/kota yang dilantik berasal dari, Kab Jayapura, Kab Waropen, Kota Jayapura, Kab Paniai, Kab Nduga, Kab Jayawijaya (Papua), Kab Nunukan, Kab Malinau, Kota Tarakan, Kab Bulungan, Kab Tana Tidung (Kalimantan Utara), Kab Paser, Kota Balikpapan, Kab Mahakam Ulu, Kab Kutai Timur, Kab Berau, Kab Kutai Kertanegara, Kota Samarinda, Kota Bontang, Kab Penajam Paser Utara, Kab Kutai Barat (Kalimantan Timur), Kab Cirebon (Jawa Barat).    Turut hadir Anggota KPU RI lainnya Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting Manik. Dari kesetjenan KPU, Sekjen Arif Rahman Hakim, Kepala Biro SDM Lucky Firnandy Majanto. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

Jalankan Kode Perilaku, Minimalisir Potensi Pelanggaran

Jakarta, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini tengah mempersiapkan kode perilaku bagi Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang dituangkan daam Peraturan KPU (PKPU) tata kerja. Kode perilaku ini akan mengatur pembinaan KPU Provinsi kepada KPU Kabupaten/Kota dan KPU Kabupaten/Kota kepada badan adhoc. Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik menjelaskan kode perilaku ini dibuat KPU sebagai upaya membangun budaya yang baik di lingkungan KPU. Diharapkan dengan adanya aturan ini semua pihak di KPU bisa menjalankan tugas sesuai aturan perundangan. “Kode perilaku ini menjadi acuan dalam berucap, bersikap dan bertindak. Jika semua sudah menjalankan kode perilaku, maka potensi pelanggaran kode etik dapat diminimalisir. Saat nanti sudah disahkan dan dipublikasikan, maka siapapun bisa melaporkan pelanggaran kode perilaku ini,” jelas Evi saat memberikan pengarahan dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu 2019, di Jakarta, Selasa (19/3/2019). Evi menegaskan bahwa sanksi kode perilaku ini tujuannya bukan untuk menghukum, tetapi pembinaan. Menurut dia bagi yang dihukum pun sebelumnya harus jelas apa yang dilanggar, apabila arahnya kode etik, maka kemudian ada rekomendasi sanksi dan bisa direhabilitasi nama baiknya apabila tidak terbukti. “Terkait pelanggaran badan adhoc, KPU dan Bawaslu meminta ke DKPP pemberhentian tetap dikembalikan ke atasan langsung, yaitu satker kabupaten/kota. Jika sudah tidak ada di Peraturan DKPP lagi, maka sanksi terberat yang bisa diberikan adalah pemberhentian tetap,” tutup Evi. (hupmas kpu arf/foto: ieam/ed diR)

Sukses Pemilu, Sukses KPU dan Bawaslu

Jakarta, kpu.go.id - Kesuksesan penyelenggaraan pemilu, bukan hanya suksesnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi harus sukses juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pada pelaksanaan peradilan sengketa penyelesaian perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), posisi Bawaslu cukup penting. Sesuai peran dan kewenangannya, MK juga akan bertanya kepada Bawaslu terkait proses pemilu, apakah sudah sesuai prosedur, apakah ada keberatan, mulai dari awal hingga selama proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu. Jika hasil pemilu sengketa di MK, maka proses pemilu ini menjadi bagiannya Bawaslu. “Selama proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu masih di ranah KPU, saya ingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu untuk tidak menyampaikan kalimat, jika tidak puas silakan ke MK,” tegas Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2019, di Jakarta, Senin (19/3/2019). Hal tersebut ditegaskan Hasyim agar segala permasalahan seyogyanya bisa diselesaikan langsung dilapangan, sehingga tidak perlu sengketa di MK. Untuk itu penting sekali koordinasi yang baik antara KPU dan Bawaslu/Panwaslu di lapangan agar bisa menyelesaikan persoalan dengan baik di lapangan dengan peserta pemilu. Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan memandang Pemilu Serentak 2019 ini lebih kompetitif dan dinamis, salah satunya persoalan ambang batas parlemen saat ini sebesar 4 persen. Persentase sebesar ini yang berpotensi tidak semua peserta pemilu akan lolos ke parlemen. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2014 yang hanya sebesar 3,5 persen. “Kompetisi yang ketat ini yang membuat peserta pemilu akan menggunakan segala kesempatan yang diberikan UU untuk sesuatu yang dia anggap mencari kebenaran. Sengketa Pemilu 2019 ini juga tidak mengenal batasan selisih, tidak seperti pilkada yang dibatasi bagi yang berhak mengajukan sengketa. MK membuka ruang sengketa seluas-luasnya bagi peserta pemilu,” tutur Abhan. Saat ini, UU Nomor 7 Tahun 2017 memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk sidang ajudikasi, tambah Abhan. Bisa jadi pasca proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu, KPU bisa saja akan menghadapi dua sengketa, yaitu potensi pelaporan ke Bawaslu dengan mekanisme ajudikasi dan sengketa hasil di MK. Untuk itu, Abhan mengingatkan semua penyelenggara pemilu agar bisa meminimalisir potensi-potensi sengketa. “Kami mengasumsikan sengketa di Bawaslu akan lebih banyak dibanding di MK. Hal ini mengingat di MK legal standing-nya di pimpinan peserta pemilu, selama ketum dan sekjen tidak mau mengajukan sengketa di MK, maka tidak bisa mengajukan sengketa. Berbeda dengan Bawaslu, orang perorang bisa melaporkan ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administratif pemilu,” jelas Hasyim. (hupmas kpu arf/foto: ieam/ed diR)

Pantau Sengketa Pemilu di MK Berbasis IT

Jakarta, kpu.go.id - Sesuai aturan perundangan, Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai kewenangan untuk mengadili sengketa perselisihan hasil pemilu. MK menargetkan proses penyelesaian penanganan sengketa Pemilu 2019 pada bulan Agustus 2019 dan menjadi prioritas bagi MK dalam mewujudkan electoral justice. Sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik, pada tahun 2019 ini MK juga telah menyiapkan aplikasi berbasis IT yang bisa diakses masyarakat luas dalam menjangkau informasi secara cepat, baik melalui website maupun aplikasi mobile di andorid dan iOs, yaitu Click MK. Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Wiryanto dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2019, Selasa (19/3) di Jakarta. “MK sejatinya memeriksa persidangan itu untuk hasil pemilu, bukan pada proses pemilunya. Meski demikian, pada pemeriksaan itu bisa berkaitan dengan proses, dari tahapan awal hingga akhir. Semua hal yang dilakukan MK tersebut dapat diakses melalui aplikasi Click MK ini, sehingga publik dapat mengetahui,” tutur Wiryanto. Sementara itu, Staf Ahli IT MK Rudi Kurniawan juga menjelaskan secara teknis aplikasi Click MK ini publik dapat mengakses apa saja yang disampaikan pemohon dan dokumennya seperti apa. Aplikasi ini selain ada di website resmi MK pada portal khusus Pemilu 2019, juga bisa diunduh di playstore android dan iOs, kemudian diinstal di smartphone, sehingga publik bisa mengakses dimana saja dia berada. “Kelebihan aplikasi mobile di android dan iOs ini dapat menayangkan live streaming sidang di MK, sehingga memudahkan informasi masyarakat yang tidak bisa hadir ke MK. Ruang sidang di MK itu terbatas, tidak sembarangan orang bisa masuk dan perkara yang ditangani juga banyak. Live streaming ini tidak bisa dilakukan melalui akses browser di website MK, hanya di aplikasi mobile,” jelas Rudi. Rudi juga menjelaskan, aplikasi ini juga menyediakan fast tracking dalam fitur pencarian, publik bisa mengakses file PDF, risalah sidang, ada format audio juga, hingga nama-nama pengacara yang pernah bersidang di MK. (hupmas kpu arf/foto: ieam/ed diR)

Populer

Belum ada data.