Berita Terkini

Komisi II DPR RI Gelar RDP dengan KPU dan Bawaslu

Jakarta kpu.go.id- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (24/11), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di Gedung DPR RI. Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman, mengagendakan tiga pembahasan. Pertama, dalam rangka perkenalan (silaturahmi) antar pimpinan lembaga. Kedua, terkait langkah persiapan dan kesiapan KPU dan Bawaslu menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar serentak pada tahun 2015, dan ketiga, koordinasi lebih lanjut sebagai mitra.Seluruh Komisioner KPU dan Bawaslu hadir dalam rapat dengar pendapat yang dimulai pukul 10.00 WIB itu. Sementara dari Komisi II DPR RI, 27 dari 36 anggota yang terdaftar menghadiri rapat tersebut. “Seluruhnya ada tujuh fraksi yang menjadi anggota komisi kami,” ujar Ketua Komisi II Rambe Kamaruzaman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.Dalam kesempatan ini, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, KPU saat ini tengah menyusunan langkah persiapan dan kesiapan KPU dan Bawaslu menghadapi Pemilihan Kepala Daerah. Ia menjelaskan, pada 2015 penyelenggaraan pemilihan gubernur akan digelar pada 8 daerah, pemilihan bupati sebanyak 153 daerah dan untuk pemekaran sejumlah 17 daerah, pemilihan walikota sebanyak 26 daerah dan KPU membentuk struktur satuan kerja di wilayah pemekaran/daerah otonomi baru.KPU mengharapkan dukungan dari Komisi II DPR RI terkait dengan anggaran dalam rangka penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sejak dikeluarkannya Perppu.Adapun kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan KPU RI dan Bawaslu, Komisi II DPR RI dapat menerima penjelasan KPU dan BAWASLU terkait perencanaan dan program kerja KPU dan Bawaslu dalam penyelenggaraan Pemilu yang akan datang.Komisi II DPR RI meminta KPU dan BAWASLU membuat dan mempersiapkan opsi-opsi tentang kemungkinan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah setelah Perppu dibahas DPR RI, sehingga ada opsi bila diterima dan ada Opsi bila ditolak.Komisi II DPR RI meminta kepada KPU dan BAWASLU untuk bersama-sama membicarakan perbaikan pelaksanaan pemilu yang akan datang, terutama menyangkut regulasi pemilu seperti mempersiapkan pemilu legislatif dan pemilu presiden yang serentak serta penyederhanaan cakupan wilayah daerah pemilihan.Komisi II DPR RI meminta kepada KPU dan BAWASLU untuk membuat suatu evaluasi yang secara konprehensif mengenai pelaksanaan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang lalu untuk dilaporkan pada Komisi II DPR RI pada pertemuan berikutnya.Selanjutnya, KPU RI akan menjelaskan Peraturan KPU No. 33 Tahun 2014 tentang Pengisian jabatan Anggota DPRD di daerah Otonomi Baru.“Semoga rapat ini semakin mempererat hubungan kemitraan kami dengan Komisi II,” kata Ketua KPU. (dosen/us/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Pelaksanaan E-Voting Butuh Uji Coba dan Konsensus

Padang, kpu.go.id- Ketua KPU RI Husni Kamil Manik menegaskan meski terdapat peluang penggunaan e-voting pada pemilihan gubernur, bupati dan walikota, peluang tersebut tidak serta merta dapat diterapkan. Kerangka hukum yang tersedia dan kondisi masyarakat Indonesia yang sudah familiar dan adaptif dengan teknologi informasi dan komunikasi belum cukup sebagai argumentasi untuk menerapkan e-voting. “E-voting tidak otomatis dapat diterapkan pada pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tahun depan (2015). Implementasinya tidak sekadar mengadakan perangkat teknologi dan mendistribusikannya ke tempat pemungutan suara (TPS) serta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Perlu ada sejumlah proses seperti diseminasi, percobaan, evaluasi dan konsensus dari peserta Pemilu,” terang Husni saat menjadi pembicara utama pada acara evaluasi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel, Jumat (14/11). Meski peluang penerapan e-voting dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota yang direncanakan pada September 2015 tidak serta merta dapat dilaksanakan, tetapi penggunaan teknologi informasi untuk membantu kecepatan dan akurasi pelaksanaan setiap tahapan tetap diperlukan. Adopsi teknologi, kata Husni, akan membantu upaya KPU dalam menerapkan manajemen kepemiluan yang transparan, akuntabel, efektif dan efesien. KPU, kata Husni, penting menjaga dan menumbuhkan dua variabel demokrasi dalam pemilihan kepala daerah, yaitu kontestasi dan partisipasi. Derajat kompetisi yang sehat antar kandidat akan tercipta jika penyelenggara dapat memberikan pelayanan yang adil dan setara kepada semua kandidat. Kemampuan menjaga independensi penyelenggara menjadi salah satu kunci utama terselenggaranya kontestasi yang jauh dari konflik. Untuk itu, kata Husni, rekruitmen penyelenggara yang akan bertugas dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota harus mempertimbangkan kejadian pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. “Penyelenggara yang terbukti melakukan pelanggaran dan telah dikenai sanksi pada Pemilu lalu jangan sampai ditunjuk lagi menjadi penyelenggara pada pemilihan gubernur, bupati, dan walikota,” ujarnya. Selain itu, lanjut Husni, transparansi dan akuntabilitas yang telah diterapkan pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus dapat diimplementasikan pada pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Sebab penyelenggara berkewajiban menyampaikan informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat. “Untuk itu, kami meminta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menata dan memperbaiki pengelolaan desain website masing-masing sebagai salah satu infrastruktur penting bagi KPU dalam berkomunikasi dengan publik,” ujarnya. Husni juga menyinggung pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019 yang dipastikan jauh lebih berat dibanding Pemilu 2014. Karena itu, kata Husni, sambil mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, KPU juga mulai mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. “Banyak hal yang harus kita benahi. Salah satunya penguatan kapasitas penyelenggara pada level kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang akan menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS),” ujarnya. Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, kata Husni, secara umum kegiatan pemungutan suara dapat dilaksanakan tepat waktu, di mana TPS sudah ditutup pada pukul 13.00. Namun untuk penghitungan suara yang diwajibkan selesai pada hari yang sama, tidak semua KPPS dapat menyelesaikannya. “Apalagi Pemilu tahun 2019, ada penggabungan Pemilu DPR, DPD dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, secara teknis tentu akan lebih rumit. Karena itu diperlukan manajemen administrasi kepemiluan yang lebih paripurna,” ujarnya. (GD/red. FOTO KPU/Hupmas) 

Evaluasi Pemilu untuk Tata Kelola yang Lebih Baik

Padang, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkewajiban melakukan evaluasi penyelenggaraan tahapan Pemilu. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengukur dan menilai kesesuaian kinerja penyelenggara dengan kerangka hukum Pemilu. Agar pelaksanaan evaluasi berlangsung efektif dan objektif, maka penilaian harus berdasarkan fakta dan catatan peristiwa yang terjadi dalam setiap tahapan Pemilu.Demikian ditegaskan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik pada pembukaan evaluasi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 yang diselenggarakan KPU Provinsi Sumatera Barat bersama KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel, Jumat (14/11) malam. “Dalam mendiskusikan berbagai hal yang terjadi dalam setiap tahapan jangan hanya berdasarkan asumsi, tetapi harus disertai dengan data-data yang konkret,” ujarnya.Evaluasi, kata Husni, diperlukan sebagai antisipasi agar kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi pada Pemilu berikutnya. Husni memberikan beberapa contoh perbaikan pelaksanaan tahapan yang dicapai dari waktu ke waktu berkat adanya kegiatan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil evaluasi tersebut. “Misalnya dengan menggunakan aplikasi sistem informasi logistik (Silog), KPU telah berhasil menekan jumlah surat suara tertukar pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD kemarin,” ujarnya. Husni mengatakan pada Pemilu 2004, kasus surat suara tertukar cukup masif, tidak hanya terjadi antar provinsi tetapi juga terjadi antar pulau. Sementara pada Pemilu 2009, surat suara tertukar antar pulau berkurang, tetapi surat suara tertukar untuk tingkat regional masih cukup banyak. Pada Pemilu 2014, surat suara tertukar lebih banyak terjadi antara daerah pemilihan (dapil) di kabupaten/kota yang sama. Untuk kasus surat suara tertukar antar dapil di tingkat provinsi dan pusat, jumlah sangat kecil.Kegiatan evaluasi, kata Husni, sangat membantu KPU merumuskan kebijakan yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu. Misalnya untuk menangani kasus surat suara tertukar pada Pemilu 2009, KPU mengambil keputusan tidak menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Surat suara tertukar yang sudah tercoblos dihitung sebagai suara partai, padahal sistem Pemilu yang digunakan proporsional terbuka. “Aturan inilah yang kita perbaiki pada Pemilu 2014. Jika terdapat surat suara yang tertukar kemudian tercoblos oleh pemilih, maka dilakukan PSU untuk menjamin hak setiap calon,” ujarnya. Husni juga memberikan catatan pada pelaksanaan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu. Saat itu tim verifikator KPU sempat kelabakan menghadapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan semua partai politik mendaftar dan mengikuti verifikasi ulang, termasuk partai politik hasil Pemilu 2009 yang lolos ke parlemen. “Awalnya kita hanya mengatur waktu untuk melakukan verifikasi terhadap parpol di luar parpol yang lolos ke parlemen. Setelah putusan MK, semuanya wajib diverifikasi. Hal ini membuat petugas kita kelabakan. Ke depan, waktu untuk melaksanakan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik perlu ditata ulang,” ujarnya. Sementara penggunaan aplikasi sistem informasi partai politik (sipol) yang disediakan KPU untuk pendaftaran partai politik belum sepenuhnya berjalan efektif. Dalam penggunaannya masih terdapat kendala-kendala teknis baik di jajaran personel maupun perangkat teknologinya. Hal ini terjadi karena waktu bagi KPU untuk menyiapkan aplikasi tersebut sangat terbatas. Selain itu, bimbingan teknis (bimtek) kepada petugas dan sosialisasi kepada penyelenggara belum maksimal.  Untuk konteks partisipasi pemilih, kata Husni, jika membaca angka statistik, secara nasional terjadi peningkatan partisipasi pemilih yang menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara. Partisipasi pemilih pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 mencapai 75,11 persen meningkat dibanding Pemilu Tahun 2009 dengan tingkat partisipasi 71 persen. Sementara partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 hanya 70,59 persen, menurun dari Pemilu Tahun 2009 dengan tingkat partisipasi 71,7 persen.Tetapi dalam perspektif akademis, kata Husni, terdapat keragaman dalam mendefenisikan partisipasi masyarakat pada kegiatan Pemilu. Pertama, partisipasi diartikan sebagai partisipasi yang dilakukan orang biasa pada penyelenggaraan Pemilu. Merujuk pada defenisi tersebut, maka partisipasi yang dilakukan perguruan tinggi, pegiat demokrasi, dan media massa tidak dapat dikategorikan sebagai partisipasi masyarakat. Kedua, partisipasi harus dilakukan oleh masyarakat dengan kesadaran sendiri. Masyarakat dalam berpartisipasi terbebas dari kooptasi pemerintah dan tangan-tangannya. Tidak ada unsur paksaan baik dengan pendekatan kekuasaan maupun uang untuk mempengaruhi pemilih.Ketiga, partisipasi harus dapat mempengaruhi kebijakan publik. Untuk itu, dalam pelaksanaan kampanye, idealnya peserta Pemilu lebih banyak menggunakan komunikasi dua arah.Partisipasi, kata Husni, tidak sepenuhnya dapat dimaknai hanya dengan melihat angka statistik dan aspek-aspek teknis. Karena itu, kehadiran golongan putih (golput) tidak serta merta dapat dianggap sebagai bentuk kegagalan penyelenggara dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih. Sebab golput ada juga yang muncul dengan dasar yang sangat rasional. Seseorang dapat saja menjadi golput karena tidak yakin partai politik dan calon anggota legislatif dapat memperjuangkan aspirasinya.  “Untuk dapat menilai berbagai peristiwa Pemilu secara objektif maka diperlukan evaluasi yang berbasis riset. Kita sedang mengembangkan evaluasi ke arah sana. Kegiatan ini rencananya akan mulai kita lakukan tahun depan. Untuk saat ini mekanisme evaluasi baru sebatas mengundang semua stakeholders Pemilu untuk mengungkapkan catatannya dalam pelaksanaan setiap tahapan Pemilu,” ujarnya. (GD/red. FOTO KPU/Hupmas) 

Surat KPU Nomor 1873/SJ/XI/2014

Jakarta, kpu.go.id- Menindaklanjuti Surat KPU Nomor 1667/KPU/XI/2014 tanggal 4 November 2014 perihal Pelaksanaan Pemilukada Serentak Pasca Perpu Nomor 1 Tahun 2014, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:Selengkapnya Surat KPU Nomor 1873/SJ/XI/2014 perihal Penyusunan Anggaran Tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015 klik di sini

Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye Pemilu

Sengiggi, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU), bersama tiga lembaga lain, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Komisi Penyiaran Indonesia mengadakan rapat evaluasi gugus tugas Pengawasan Kampanye Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di media penyiaran. Hal itu seiring dengan telah selesainya pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Hadir dalam rapat gugus tugas yang diadakan di Santosa Villa & Resort Sengiggi, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, Komisoner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansah, Komisioner Bawaslu Nasrullah dan Endang Widhatiningsih, Ketua KPI Judhariksawan, Wakil Ketua KPI Iddy Muzadi, serta Ketua KIP John Fresly. Gugus tugas ini merupakan perwujudan semangat dari empat lembaga untuk mewujudkan pemilu di Indonesia menjadi lebih baik. Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengapresiasi kegiatan gugus tugas ini. "Gugus tugas pengawasan kampanye ini tercetus sebagai upaya menjembatani adanya perbedaan persepsi dan regulasi mengenai kampanye, sehingga gugus tugas ini bisa dikelola dengan baik dan bisa menjebatani terkait tuntutan publik," ujar Ferry. Ferry menambahkan, KPU sebagai pembuat regulasi akan membuat definisi terkait kampanye lebih operasional. Pelaksanaan gugus tugas dalam mengawal kegiatan kampanye peserta pemilu membutuhkan sinergi ke empat lembaga tersebut. Harapan besar untuk dapat diturunkan ke jajaran di bawahnya membutuhkan harmonisasi di semua tingkatan sehingga dapat menciptakan fairness bagi peserta pemilu mengingat akan dilaksanakannya Pilkada serentak tahun 2015 mendatang. Rapat evaluasi pelaksanaan gugus tugas ini akan menghasilkan rekomendasi yang akan digunakan sebagai acuan pelaksanaan pengawasan kampanye di media penyiaran. (ajg/dam/red. FOTO KPU/dam/Hupmas)

Populer

Belum ada data.