Berita Terkini

KPU Susun Regulasi Pilkada Daerah Khusus

Banda Aceh, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana menerbitkan sebuah regulasi baru yang mengatur pemilihan kepala daerah (pilkada) di lima daerah otonomi khusus di Indonesia, agar tidak terjadi tumpang tindih aturan."Selama ini banyak terjadi hambatan berupa regulasi yang ada tidak sesuai dengan aturan khusus di lima daerah tersebut. Hal itu membuka peluang bagi sebagian pihak untuk mempersoalkan penyelenggaraan pilkada di daerah-daerah itu," sebut Ketua KPU, Husni Kamil Manik.Husni menyampaikan hal tersebut saat membuka Focus Group Discussion (FGD) persiapan pilkada di daerah otonomi khusus di Banda Aceh, Kamis (25/2).Acara tersebut dihadiri 47 perwakilan KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota dari lima daerah, yakni Aceh Nangroe Darussalam, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Papua Barat dan Papua.Selain Husni, pada FGD yang akan berlangsung selama tiga hari tersebut juga hadir empat komisioner, Hadar Nafis Gumay, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Arief Budiman dan Juri Ardiantoro."Sudah tiga kali penyelenggaraan pilkada, baru ini pertama pertama kalinya kita duduk bersama untuk menggagas aturan khusus ini. Mudah-mudahan kita bisa menghasilkan regulasi yang bisa diterima pasangan calon dan masyarakat," paparnya.Husni mencontohkan, di UUPA Aceh diatur syarat pencalonan calon harus memenuhi 15 persen perolehan suara DPRD. Sementara di UU Pilkada 2008 syaratnya 20 persen.Padahal UUPA aceh merupakan aturan yang setingkat di bawah undang-undang. Begitu pula dengan UU pilkada yang juga setingkat di bawah UU."Contoh lagi, di Aceh ada partai lokal. Papua dan Papua Barat juga sudah mulai membuat. Soal persyaratan calon, di Aceh harus bisa baca Alquran, dan di Papua harus orang asli."Di DKI Jakarta penentuan pemenang juga ada kekhususan, yakni pemenang harus memiliki perolehan suara 50 persen tambah satu. Jika tidak mencukupi, masuk putaran kedua."Inilah yang akan kita coba menjembatani. Karena kita ingin konsisten menjalankan aturan sejak awal hingga akhir. Tidak ada aturan yang berubah di tengah jalan," sebut Husni. (rio/red. FOTO KPU/komar/Humas)

MK Putuskan tiga PHP Kada Hari ini.

Jakarta, kpu.go.id- Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) tiga wilayah, hari ini (Kamis, 25/2). Ketiga wilayah tersebut yakni, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Muna dan Kabupaten Kepulauan Sula.Terhadap ketiga wilayah itu MK memutuskan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Terhadap Kab. Teluk Bintuni dilakukan PSU di satu TPS di Distrik Moyeba, sedangkan Kab. Muna terdapat tiga TPS dan Kep. Sula sebelas TPS.Berdasarkan putusannya, pemungutan suara ulang wajib dilakukan oleh masing-masing KPU tiga puluh hari semenjak keluarnya keputusan, dengan dilakukan supervisi berjenjang oleh KPU RI dan Bawaslu pada saat pelaksanaannya.Selain pembacaan putusan, MK juga menggelar sidang PHP Kada Gubernur Kalimantan Tengah nomor registrasi 149/PHP.GUB-XIV/2016 dengan agenda mendengarkan keterangan termohon.Dengan keluarnya putusan hari ini bagi tiga wilayah tersebut, MK telah menyelesaikan 147 sengketa perselisihan hasil pemilu untuk Pilkada Serentak gelombang pertama 2015 diluar lima wilayah yang diputuskan melaksanakan Pilkada susulan. (dam/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU Siap Laksanakan Putusan MK di Distrik Moskena Utara

Jakarta, kpu.go.id- Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 1 kampung Moyeba distrik Moskena Utara, Kamis (25/2).Putusan tersebut merupakan hasil dari proses persidangan sebelumnya. Dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa Kepala Suku Distrik Moskena Utara mengintruksikan warganya untuk membagi suara tiap-tiap pasangan calon sesuai keinginan kepala suku,Namun hasil penghitungan suara tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga kepala suku melakukan berbagai tindakan agar hasil penghitungan suara sesuai dengan intruksi.Hal tersebut terungkap saat pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni oleh sembilan Hakim MK, di Ruang Sidang Utama, gedung Mahkamah Konstitusi.Dengan terungkapnya hal tersebut mahkamah memutuskan dilakukannya PSU di TPS tersebut. Fakta tersebut di ungkapkan hakim pada saat pembacaan pertimbangan putusan, terungkap bahwa memang telah terjadi perubahan suara dengan cara mengubah angka pada formulir C1.KWK Plano TPS di TPS 1 Moyeba."Berdasarkan bukti dan fakta persidangan terjadi pengurangan suara terhadap pasangan nomor urut 1 sebanyak 1 suara, pasangan nomor urut 2 sebanyak 118 suara dan penambahan suara pasangan nomor urut 3 sebanyak 121 suara." ungkap Suhartoyo salah satu Hakim yang membacakan pertimbangan hukum.Berdasarkan dalil pemohon kesalahan penghitungan disebabkan oleh adanya manipulasi atau perubahan suara yang dikuatkan dengan saksi yang di ajukan pemohon.Hakim melanjutkan, pada pokoknya pihak terkait membantah bahwa pencoretan jumlah suara di formulir C1.KWK Plano dilakukan karena terdapat ketidak sesuaian atas perolehan suara TPS dengan kesepakatan kepala suku, Simon Orocomna dengan tokoh masyarakat, yang dikuatkan oleh saksi ketua PPD Philipus Orcomna.Berdasarkan saksi yang diajukan terkait, hakim mengajukan saksi sendiri, yakni Soter Orcomna yang memberikan kesaksian bahwa proses pemungutan sebelumnya sudah dilakukan dengan pencoblosan, namun karena pasangan calon nomor urut 2 mendapatkan 126 suara menjadikan kepala suku, Simon Orocomna marah."Sebelumnya proses dilakukan dengan pencoblosan, namun karena Paslon no 2 mendapatkan 126 suara hal tersebut membuat kepala suku marah dan memerintahkan saksi, Soter Orocomna untuk merubah angka di formulir C1.KWK plano." ungkap hakim Patrialis saat membacakan pertimbangan putusan.Dengan keluarnya putusan tersebut KPU wajib melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS tersebut dalam waktu paling lambat 30 hari setelah putusan dibacakan dan Majelis menginginkan adanya supervisi yang dilakukan oleh KPU RI beserta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dilakukan secara berjenjang pada saat proses pelaksanaan putusan ini. (dam/red. FOTO KPU/dosen/Humas)

Pilkada Serentak Lebih Memudahkan dan Efisien

Padang, kpu.go.id - Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015 adalah hal yang baru di Indonesia, dan menjadi pilkada terbesar di dunia. Amerika Serikat (AS) pun tidak mengenal adanya pilkada serentak, karena model pemilihan disana selain memilih gubernur, pilkada di AS juga memilih Jaksa atau Komisaris, Kepala Polisi, bahkan referendum termasuk soal Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT). Bagi penyelenggara, pilkada serentak itu lebih memudahkan. Hal itu karena dalam proses pelaksanaannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah menyelenggarakan proses tahapan dari awal hingga akhir dalam jadwal dan pengaturan yang sama. Apabila pelaksanaan tidak sama, bisa menimbulkan permasalahan dan keributan. Contohnya pada tahapan pencalonan, apabila sudah telat 15 menit dari batas waktu pendaftaran, maka KPU tidak akan menerima."Pilkada serentak juga membuat proses persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian tahapan pilkada menjadi lebih mudah dalam hal koordinasi, bimbingan teknis (bimtek), dan penyelesaian sengketa, karena semua bisa dilakukan secara bersamaan," ujar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat Tahun 2015, Selasa (23/02) di Padang Sumatera Barat.Selain memudahkan, terdapat efisiensi dalam keserentakan pilkada. Sesuai UU Pilkada, sebagian tahapan dibiayai oleh KPU dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), seperti pemasangan iklan kampanye, sehingga calon tidak perlu membiayai iklan tersebut. Anggaran KPU yang terbatas, membuat pemasangan iklan juga terbatas, tetapi hal ini yang menjadikan efisiensi tersebut. Jika pilkada yang sebelumnya, biaya kampanye calon itu bisa lebih besar dari anggaran KPU, sekarang lebih efisien, karena difasilitasi KPU. Pemasangan alat peraga pun tertata rapi, dan tidak mengganggu fasilitas umum. "Meski tingkat partisipasi masyarakat pada pilkada serentak 2015 cenderung menurun, tetapi hal tersebut tidak signifikan. Alat peraga kampanye itu yang menurun drastis menjadi sedikit, tetapi hasilnya tingkat partisipasi masyarakat tidak terpaut jauh. Soal partisipasi, paling rendah di Kota Medan sebesar 25 persen dan paling tinggi di Kabupaten Mamuju Tengah, 92 persen. Meski di Papua ada 3 daerah yang partisipasinya mencapai 100 persen, tapi itu perlu di evaluasi kembali," papar Husni.Hal ini agak berbeda apabila berdiskusi mengenai pilkada serentak 2015 dengan partai politik (parpol), tambah Husni. Parpol merasa sedikit kewalahan dengan serentakan ini, terutama soal pencalonan. Mereka kesulitan mencari calon, karena harus ada rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) parpol yang bersangkutan. Menyongsong pilkada serentak 2017 yang akan datang, parpol sudah mulai menyeleksi calon, bahkan telah ramai di media massa, padahal KPU belum memutuskan kapan dimulainya tahapan pencalonan."Mengenai revisi UU pilkada, KPU menyampaikan perbaikan versi KPU kepada DPR. KPU mengevaluasi 15 pasal, baik menyangkut tahapan, maupun non tahapan. KPU juga sedang mempersiapkan 11 peraturan untuk pilkada serentak 15 Februari 2017. Berbeda dengan sebelumnya hanya 10 peraturan, nantinya bertambah 1 lagi yang akan mengatur pilkada bagi daerah yang memiliki kekhususan sesuai UU pembentukan daerah tersebut, yaitu Aceh, DKI Jakarta, DIY, Papua, dan Papua Barat," ujar Husni di depan awak media. (Arf/red. FOTO KPU/ftq/Humas)

Tahapan Pencalonan, Pusat Perhatian Publik Dalam Pilkada

Padang, kpu.go.id - Tahapan yang menjadi pusat perhatian publik dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) itu pada tahapan pencalonan. Hal itu karena pada tahapan tersebut banyak muncul persoalan, apalagi jika ada syarat pencalonan yang bermasalah. Selain itu, ada berbagai kepentingan yang mempengaruhi, yaitu kepentingan calon, partai politik (parpol), dan tokoh masyarakat.Tahapan pencalonan pada pilkada serentak 2015 ini juga telah banyak memakan “korban” dari penyelenggara di daerah, yaitu diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Banyak persoalan pada tahapan pencalonan itu yang menjadikan penyelenggara dituduh lebih mendukung pada salah satu pihak. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meminta ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar persyaratan pencalonan itu bisa lebih disederhanakan. Seleksi pencalonan itu biarkan dilakukan oleh parpol pada waktu pengajuan, dan oleh masyarakat pada saat pemungutan suara. Jadi bukan KPU yang menentukan pencalonan, tetapi parpol pengusung dan masyarakat yang menentukan, dan KPU memfasilitasi dalam penyelenggaraan pemilihannya.Hal tersebut diungkapkan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, saat menjadi pembicara utama pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat Tahun 2015, Selasa (23/02) di Padang Sumatera Barat.FGD evaluasi pilkada Sumbar selama dua hari ini diikuti oleh penyelenggara pilkada di Sumbar, mulai dari KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Selain itu juga diundang perwakilan pemerintah daerah, Komisi Informasi (KI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), parpol, LSM, Ormas, akademisi, tokoh masyarakat, dan media massa di Sumbar.  "Pilkada 2015 kemarin terdapat lima daerah yang ditunda pelaksanaannya, dan semua itu mengenai persyaratan pencalonan. Permasalahan tersebut baru muncul setelah tahapan berjalan. Kemudian setelah proses sengketa dilakukan, keluarlah putusan. Tetapi putusan tersebut keluar satu hari sebelum hari pemungutan suara, yaitu tanggal 8 Desember 2015, sehingga pelaksanaan pilkada terpaksa ditunda," ujar Husni di depan peserta FGD.Selain pencalonan, lanjut Husni, persoalan juga muncul pasca pemungutan suara, hal itu karena ada ketidakpercayaan kepada penyelenggara. Bahkan banyak yang kemudian mengumpulkan celah-celah kekurangan penyelenggara pilkada, baik yang berhubungan dengan tahapan maupun diluar tahapan, termasuk hal-hal menyangkut pribadi penyelenggara. Pada periode pemilu dan pilkada sebelumnya, hal ini sulit untuk diantisipasi oleh penyelenggara. Tetapi untuk periode sekarang berbeda, yaitu pada proses pengumpulan formulir C1 yang discan dan dipublikasikan secara transparan, sehingga tekanan kepada penyelenggara agak berkurang."KPU kemarin juga mendapatkan rangking 2 dari pemeringkatan keterbukaan informasi oleh Komisi Informasi (KI) pada kategori lembaga non struktural. Peringkat tersebut diatas Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) pada rangking 3. Prestasi tersebut salah satunya karena publikasikan formulir C1. Publikasi itu juga diapresiasi oleh dunia, karena KPU berani publikasikan dokumen penting, sehingga kita bisa menekan persoalan," tegas Husni. (Arf/red. FOTO KPU/ftq/Humas)

Populer

Belum ada data.